Showing posts with label life. Show all posts
Showing posts with label life. Show all posts
Friday, January 22, 2021
Ternyata masih sama,
Patah berkali-kali enggak akan bikin kita kebal dari rasa sakit.
Padahal sudah tahu kenapa bisa patah,
Masih saja dilakukan berkali-kali.
Luka lamanya sembuh,
Tapi tidak menghilang.
Luka barunya terbuka, dan
Butuh disembuhkan.
Sekarang,
Sesak yang terasa,
Hampa,
Padahal patah bukan di dada.
Wednesday, May 25, 2016
Doa Segelas Bubble Tea
Suatu saat aku betanya padanya. apa yang dia inginkan di hari ulang tahunnya yang ke 12. Dia hanya diam sesaat sebelum menjawab, " Sebetulnya aku pun tak tahu apa yang kumau dan apa lagi yang kubutuhkan karena aku sudah memiliki apa-apa yang aku inginkan pun aku sudah puas dengan apa yang aku punya sekarang." Lalu dengan nada bercanda aku pun berkata," Kalau begitu cukuplah aku traktir kamu minum bubble tea!" Dia pun menjawab dengan riang, " Gute Idee! "Sepertinya kembali tiba saat dimana seorang yang jauh lebih tua belajar cara merasa cukup dari seorang remaja belasan tahun. Saat dimana bila ada yang bertanya mau diberikan apa, enggak aji mumpung, minta ini dan itu. Hadiah hanya salah satu bagian dari cara menunnjukan rasa kasih sayang kepada yang kita cintai, apapun bentuknya, apapun harganya...
Tetapi entah mengapa, aku rasa dia menginginkan sekedar hadiah. Mungkin kalau aku jadi dia, aku hanya ingin kembali ke masa lalu, kembali mengulang waktu, menarik semua sendu dan rindu dan mengumpulkannya menjadi satu.
Ah... Mungkin selain segelas bubble tea, aku pun akan mengiringkan sebuah doa untukmu, agar kamu mendapatkan kebahagianmu sendiri, tanpa atau dengan keluargamu. Aamiin.
***Kalau dipikir-pikir lagi, dia itu unik, mana ada remaja jaman sekarang yang kalau dikasih segelas bubble tea buat hadiah ulang tahunnya bisa seriang gembira itu ^^
Wednesday, May 11, 2016
Harddisk ku Malang
Begini ceritanya, sekitar tiga minggu yang lalu tanpa sengaja saya menginjak extrnal harddisk saya yang isinya aduhai sayangnya bila hilang ditelan bumi begitu saja, dari segala macam bajakan drama korea, jepang, china, amerika, pluuuusssss, semua foto saya selama beberapa tahun ini yang asalanya juga darimana-mana, termasuk foto liburan dan sebagainya.Karena isinya yang berupa-rupa macamnya itulah rasanya gimana gitu kalau enggak diselamatkan. Sebenernya sih, saya udah punya firasat buruk saat saya menginjak itu external harddisk, secara saya yang 'besar' ini menginjak harddisk toshiba saya yang sangat mungil dan ringkih. Aigooooooo.. Rasanya gimanaaaaa gitu.
Tapi akhirnya saya berbesar hati. Kali aja ada jasa rrecovery harddisk yang harganya terjangkau oreh kantong student macam saya ini. Akhirnya ketemulah yang bisa ngasih saya diskon sampe 100 Euro, untuk informasi anda sekalian. Harga jasa di Jerman ini enggak ketolong mahalnya. Aduhai kalau lihat list-list harga yang mereka kasih lihat. Tapi dalam hati, kalau misalkan harganya masih di bawah 100 Euro boleh lah, demi mendapatkan semuanya kembali.
Tiga minggu telah berlalu, masih belum ada tanda-tanda kalau harddisk saya itu diapa-apain sama si jasa reparasi X tersebut. Akhirnya hari ini saya menerima email dari mereka, berikut kemungkinan pemulihan data beserta perkiraan harga bilaman memang mau dilanjutkan ketahap recovery data-data tersebut. Anda tahu berapa harga yang mereka kasih ke saya?
1956,80 € !!!
Itupun harga ekonomi yang artinya memerlukan waktu beberapa hari lamanya. Kalau mau yanf express harganya sekitar 2000€-sekian. Wkwkwkwkwkwkwkwkwkkw... Rasanya begitu lihat itu data pdf, kayaknya mata saya salah lihat deh. Pertamanya saya pikir itu sekitar 195€, tapi kok titiknya ada di depan angka 1 ya... Kekekekkeke.. Ya ampun. Schock nya masih kebayang-bayang sampe sekarang.
Akhirnya, udahlah ya, saya ikhlaskan saja, mungkin kalau memang jodoh saya, nanti pas pulang ke Indonesia ada yang bisa benerin itu harddisk. Aamiin.
Sunday, March 20, 2016
Doa Yang Baik
Beberapa hari ini lagi suka nonton acara reality show Amerika yang judulnya What Would You Do (WWYD), secara garis besar reality show ini merupakan social experiment tentang apa yang akan seseorang lakukan bila mereka berada dalam atau melihat suatu keadaan yang melenceng dari norma kehidupan sosial. Apakah mereka akan terjun langsung atau kasarnya ikut campur atau memilih untuk pura-pura tidak melihat atau cuek bebek. Keadaan-keadaan yang di reka ulang tim WWYD kebanyakan based on true story. Banyak dari pengirim penasaran atau sekedar ingin mendapatkan dukungan moral bila hal-hal tersebut terjadi (kembali) di kehidupan mereka.Banyak keadaan yang secara pribadi pernah saya alami dan seperti mayoritas manusia yang menjalani social experiment di WWYD, saya terkadang lebih memilih diam (lebih tepatnya takut dalam mengambil tindakan), bimbang dan akhirnya berlalu begitu saja.
Meskipun Amerika terkenal dengan keindividualismeannya, tetapi melalui WWYD saya melihat segelintir (untuk kasus personal) dan mayoritas (untuk kasus non personal seperti pelanggar aturan) orang yang berani mengambil tindakan berdasarkan rasa kemanusiaan. WWYD juga sedikit banyak membuka mata saya, membantu saya mempunyai bayangan kasar apa-apa yang seharusnya saya lakukan bilamana kejadian-kejadian seperti itu menimpa saya kelak.
Setelah menonton beberapa episode WWYD, banyak hal yang menarik dan membuka mata saya tentang beragam bentuk pola pemikiran dan perilaku manusia-manusia jaman sekarang. Tetapi salah satu bagian yang paling menarik adalah bagaimana seseorang mendoakan kebaikan untuk orang yang berprilaku tidak baik.
Secara garis besar atau seringnya, aktor dan aktris yang berperan dalam WWYD berperilaku amat sangat tidak menyenangkan, they're really a j**k, bad people and even when you're there you'll think they deserve a F word. Sorry for the bad words. :D Meskipun demikian banyak dari mereka a.k.a. orang-orang malang yang terjerumus dalam eksperimen tersebut membalas orang-orang tidak beradab ini dengan doa yang baik. Salah satu contohnya adalah dengan berkata, "Semoga saja kamu tidak akan pernah mendapatkan anggota keluarga yang membutuhkan perhatian khusus (disable people)!" --> kata ini terlontar dalam episode apa yang kamu lakukan bila ada kostumer yang mencaci maki atau merendahakan seseorang dengan down syndrome. Atau semoga saja kamu tidak akan pernah mengalami apa yang orang ini rasakan atau contoh-contoh serupa lainnya.
Meskipun mungkin mereka berdoa seperti itu lebih karena mereka khawatir apa yang akan dilakukan orang-orang 'jahat' ini apabila hal-hal tersebut menimpa mereka atau orang-orang terdekat mereka. Mereka mungkin hanya tidak ingin kejadian menyakitkan yang mereka lihat tidak terulang lagi dan atau-atau yang lainnya.
Tetapi pada kenyataan yang sering saya alami sendiri adalah dimana orang-orang di sekitar saya termasuk saya sendiri lebih banyak berdoa sesuatu yang buruk ( a.k.a. sumpah serapah ) kepada orang-orang tersebut. Manalah ada kepikiran saya akan mendoakan kebaikan untuk mereka-mereka itu, yang ada saya menyumpahi mereka seperti, " Coba kena sendiri, baru tahu rasa!" Pernahkah kamu melakukan itu?
Mungkin sudah saatnya saya mulai belajar untuk mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang melakukan keburukan. Siapa tahu doa itu dikabulkan dan membuat dunia ini yang kelak akan di huni oleh keturunan-keturunan kita semakin layak huni, semakin manusiawi karena manusia jaman sekarang semakin terkikis rasa simpati dan empati.
Saya ingin memulainya. Sekarang.
Tuesday, March 15, 2016
Joey
Kemarin malam, iseng saya mendengarkan wawancara seorang pianis jazz muda yang kata orang masuk kategori prodigy, Joey Alexander, di WBGO. Sesi pertama berlalu begitu saja, lalu dia memainkan salah satu lagu di album pertamanya yang berjudul Giant Step. Lagu mengalun, biasa-biasa saja. Menarik. Tapi saya bukanlah pendengar jazz. Jadi tidaklah saya bisa mengapresiasikan lagu tersebut lebih dari sekedar bagus dan menarik.
Setelah Giant Step berlalu, pewawancara bertanya kepada Joey tentang apa yang ada di dalam pikiran dia ketika bermain piano, kenapa dia bermain piano sampai harus berdiri kalau dirinya merasa menggebu-gebu? Kenapa dia bisa menjadi dia yang sekarang bahkan tanpa belajar piano secara formal? Mengapa dia menyukai jazz?
Pada pertanyaan mengapa dia menyukai jazz itulah keluar penjelasan dan jawaban yang sangat menarik.
Menarik bukan, bagaimana seorang anak berumur 12 tahun ( dimana dia memulai bermain piano jazz pada umur 6 tahun ) bisa mengerti bagaimana sebuah kebebasan bukan berarti kebablasan, tetapi di balik kebebasan selalu terdapat tanggung jawab yang harus juga dipikirkan. Kebebasan tidaklah berarti bebas sebebas-bebasnya kamu, aku dan kita semua merusak kesetimbangan dunia. Tetapi kebebasan sesungguhnya adalah kebebasan yang membuat dirimu lebih baik dan tidak membuat chaos sekelilingnya.
Lebih menarik lagi menurut saya, bagaimana kedua orangtuanya menanamkan hal sebesar itu dalam diri seorang Joey Alexander. Sedangkan saya, mengenal kata kebebasan yang bertanggung jawab setelah saya hidup jauh dari orang tua. Sendiri dan teringat apa-apa yang pernah bapak dan ibu saya katakan dan lakukan kepada saya. Ibu saya tak pernah bilang secara terang-terangan tentang hal tersebut, tetapi dulu saya selalu menjadi anak perempuan yang paling bebas naik gunung setiap sabtu dan minggu di angkatan saya bahkan sedari saya masih duduk di bangku SMP, dimana anak perempuan lain selalu seret izin dari orangtua mereka. Tetapi begitu kebebasan saya dianggap melampaui batas, mereka akan mengerem saya sejadi-jadinya. Membuat saya kembali berpikir ulang mengapa mereka merampas kebebasan yang telah mereka berikan kepada saya, yang notabene adalah hak saya. Membuat saya mengerti, di balik kebebasan sebagai manusia, terdapat tanggung jawab yang tetap harus di penuhi, mungkin pada saat itu adalah belajar sebagai murid SMA dan pemenuhan janji yang selalu saya ingkari.
Joey : " ... yes, I mean Jazz is... to express yourself and but also in freedom you have to have discipline to do it and also responsibility and it is not easy. You have to have that if you want to have that freedom. "
Menarik bukan, bagaimana seorang anak berumur 12 tahun ( dimana dia memulai bermain piano jazz pada umur 6 tahun ) bisa mengerti bagaimana sebuah kebebasan bukan berarti kebablasan, tetapi di balik kebebasan selalu terdapat tanggung jawab yang harus juga dipikirkan. Kebebasan tidaklah berarti bebas sebebas-bebasnya kamu, aku dan kita semua merusak kesetimbangan dunia. Tetapi kebebasan sesungguhnya adalah kebebasan yang membuat dirimu lebih baik dan tidak membuat chaos sekelilingnya.
Lebih menarik lagi menurut saya, bagaimana kedua orangtuanya menanamkan hal sebesar itu dalam diri seorang Joey Alexander. Sedangkan saya, mengenal kata kebebasan yang bertanggung jawab setelah saya hidup jauh dari orang tua. Sendiri dan teringat apa-apa yang pernah bapak dan ibu saya katakan dan lakukan kepada saya. Ibu saya tak pernah bilang secara terang-terangan tentang hal tersebut, tetapi dulu saya selalu menjadi anak perempuan yang paling bebas naik gunung setiap sabtu dan minggu di angkatan saya bahkan sedari saya masih duduk di bangku SMP, dimana anak perempuan lain selalu seret izin dari orangtua mereka. Tetapi begitu kebebasan saya dianggap melampaui batas, mereka akan mengerem saya sejadi-jadinya. Membuat saya kembali berpikir ulang mengapa mereka merampas kebebasan yang telah mereka berikan kepada saya, yang notabene adalah hak saya. Membuat saya mengerti, di balik kebebasan sebagai manusia, terdapat tanggung jawab yang tetap harus di penuhi, mungkin pada saat itu adalah belajar sebagai murid SMA dan pemenuhan janji yang selalu saya ingkari.
You can check the interview here : http://www.wbgo.org/internal/mediaplayer/?podcastID=6387
Saturday, January 23, 2016
Kaleidoskop
Melihat kehidupan bagiku seperti melihat berbagai bentuk abstrak melalui kaleidoskop. Semuanya tergantung dari segi mana aku melihatnya, sudut mana aku memutarnya, menuju mana aku menjangkaunya. Setiap sisi mempunyai bentuknya sendiri, ceritanya sendiri, warnanya sendiri. Tapi yang pasti tidak pernah dalam bentuk yang pasti. Sama seperti kehidupan, tergantung dari mana aku melihatnya, maka itulah yang aku jalani. Saat ini.Mungkin alangkah baiknya kalau aku bisa belajar dari caraku melihat dengan kaleidoskop. Meskipun aku tahu apa yang ada di hadapanku, begitu aku melihat dengan kaleidoskop, dunia ini menjadi begitu menarik dan berbeda. Dada ini berdesir melihat begitu banyak paduan warna yang abstrak. Membuat pola-pola indah dan rumit. Dengan tak sabar, aku akan memutar-mutar kaleidoskop itu. Berusaha mencari paduan bentuk dan warna yang lain.
Sama seperti kehidupan ini. Mengapa aku terlalu sering melihat dari satu sisi? Apakah karena hidup ini terlalu membosankan? Tidak semenarik dunia dalam sebuah kaleidoskop? Mengapa aku tak mencari-cari cara lain agar kehidupan ini terlihat abstrak dan menarik? Sehingga hari demi hari akan aku lalui dengan desiran semangat mencari bentuk yang baru, pola yang baru?
Padahal mata ini adalah kaleidoskop hatiku. Tetapi dia tertutup debu. Debu halus yang terus menerus menumpuk. Membuatku jarak pandangku tak lagi sejernih dulu. Dulu saat aku melihat kehidupan dengan kaleidoskop mata hatiku. Dulu ketika aku melihat kehidupan dengan semangat menggebu.
Ah.... Aku menunggu, waktu dimana aku bisa menemukan kembali kaleidoskopku. Yang akan menemaniku melihat kehidupan dengan 1001 macam bentuk dan rupanya...
Sunday, August 2, 2015
The One
Find a man who can share hobby with you, either hobby of yours or his. After looked at the couples at my wild water kayak training last week. I really thought about it. I think, it is really good to have someone you love on your side to share with what you like to do. He can be your partner, you can be his student or his teacher. Even when thing going worse, you can see it as things to learn about your partner. You can laugh, learn, have fun or even feel angry to each other. But still, it will be another memory to remember.![]() |
copyright of @Sebastian |
Jealous? Of course! Kekekeke :) I don't have (yet) a partner (in crime) who can share our hobbies. A man who can lead me to another adventurous life that I never know before, bring me to some new places, teach me about something new to learn, etc....
So will I find one? 









Monday, July 27, 2015
Perpisahan Seorang Teman
Semua berjalan begitu cepat. Bahkan waktu yang melaju dengan stagnan, terasa begitu menggesa. Sengaja aku kerjakan semuanya di akhir waktu. Karena bagiku semuanya tak lebih dari isapan jempol. Tapi saat kenyataan datang padaku, memporakporandakan semua imajinasiku. Aku kembali ke alam sadarku. Aku harus bergerak. Sekarang, demi temanku. Demi kenangan dan memori yang pernah ada pada kami. Aku dia dan yang lain.
Semua selalu kembali ke asal. Yang tadinya ada menjadi tiada, yang tadinya dekat menjadi jauh, yang tadinya terasa biasa menjadi luar biasa. Begitu pun sebaliknya. Jadi, apalah yang harus dilakukan selain merelakan semua?
Memang tak ada air mata yang menetes saat kugoreskan kata. Mengapa? Karena aku tergesa-gesa. Membuat raga, hati dan pikiranku sibuk, agar bisa kutuntaskan semua.
Meskipun selalu pada akhirnya hanya ada penyesalan akan ketidakpuasan yang telah kulakukan, tapi setidaknya aku tak perlu ikut larut dalam pikiranku yang menjadi liar. Mencari kebohongan dalam kenyataan. Yang pada akhirnya kembali lagi pada hukumNya. Perpisahan tak pernah jauh dari pertemuan. Begitupula sebaliknya.
Insyaallah kita akan dipertemukan kembali. Dimanapun itu.
Friday, July 3, 2015
Dui and Her Trip to Kiruna Part III
---
Outdoor Activities
Keesokan
pagi, aku kembali bersiap-siap untuk mengikuti tur yang lain, kali ini tur
untuk mencoba berkegiatan di alam bebas Kiruna. Tur ini dikelola oleh satu
keluarga, seorang bapak dan kedua anaknya, seorang laki-laki dan seorang perempuan. Mereka
memiliki sebuah area yang mereka bangun untuk keperluan tur ini. Kami mencapai
area ini menggunakan mobil dari kota sampai gudang tempat kami mengganti celana
dan sepatu salju yang mereka persiapkan, lalu dilanjutkan menggunakan
snowmobile.
Mereka menawarkan untuk mengendarai snowmobile ini secara bergantian. Penggunaannya seperti mengendarai motor matic, tetapi kadang membutuhkan tenaga untuk menyetir arah kemudinya. Penumpang yang lain bisa duduk bersila di kereta yang tersambung dengan snowmobile ini. Matahari menemani perjalanan ini, bersama butiran salju dan deru mesin. Akhirnya kami sampai ke area yang di tuju.
Mereka menawarkan untuk mengendarai snowmobile ini secara bergantian. Penggunaannya seperti mengendarai motor matic, tetapi kadang membutuhkan tenaga untuk menyetir arah kemudinya. Penumpang yang lain bisa duduk bersila di kereta yang tersambung dengan snowmobile ini. Matahari menemani perjalanan ini, bersama butiran salju dan deru mesin. Akhirnya kami sampai ke area yang di tuju.
Tempat kami bermalam sangat dekat
dengan sungai Torne. Air dari sungai Torne adalah salah satu dari tiga sungai
yang terbersih di Eropa karena sama sekali tidak digunakan untuk industri,
sehingga air dari sungai Torne ini aman untuk diminum langsung. Pemandangan
dari sungai Torne ini sangatlah menawan. Dikelilingi hutan pinus dan salju yang
menumpuk. Gemericik bunyi air begitu membuai, mengingatkanku akan Indonesia.
Ketika sungai di dekat rumahku dulu masih sangat bening. Cukup melihat
sekeliling, udara yang sangat segar, aku kembali bersyukur, masih bisa diberi
kesempatan untuk merasakan semua ini.
Area ini terbagi menjadi beberapa
kabin kecil terbuat dari kayu. Satu kabin tradisional suku Sami(suku asli
Kiruna yang kemungkinan sudah ada sejak jaman prasejarah), beberapa kabin kayu
modern dengen pemanas kayu bakar, satu lumbung kayu, satu kabin utama merangkap
dapur dan tempat tinggal keluarga Taube, satu sauna, satu kabin untuk barbekyu
dan satu kamar mandi tanpa air mengalir. Semuanya tertutup salju tebal.
Dapur dan tempat tinggal keluarga Taube |
Salah satu kabin / kamar tidur yang di buat seperti rumah suku Sami. |
Märta sang anak perempuan
memperkenalkan dirinya. Berambut pirang dan bertubuh kecil tetapi sangat sigap
dalam melakukan apapun. Kegiatan hari itu dimulai dengan makan siang yang sudah
dimasak oleh Märta, dia memasak sup sayur daging Moose (yang katanya masih
tersisa 3kg dari bulan November tahun lalu, bisa dibayangkan seberapa besar
Moose muda yang akan berakhir di panci keluarga Taube) dan orak arik kentang
sayur untuk yang tidak memakan daging. Kemudian dilanjutkan dengan memotong
kayu untuk bahan bakar perapian di kabin dan sauna. Setelah itu, kami diajarkan
menggunakan senapan angin berikut tips-tipsnya, dan memperingatkan kami untuk
berhati-hati dalam menggunakan senapan angin tersebut, terutama jangan membidik
ke arah mahluk hidup, baik itu manusia maupun hewan termasuk burung. Märta
bilang, „Birds are our family “. Bila kami bosan, dengan
keduanya, saat ini adalah waktu bebas untuk kami, sampai nanti saatnya makan
malam tiba.
Märta dan senapan angin |
Memotong kayu untuk bahan bakar pemanas ruangan |
Karena tidak terlalu tertarik dengan
dunia tembak menembak, akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti sekelompok orang
asal Copenhagen dan dua mahasiswi asal China untuk berkeliling mengitari hutan
pinus. Dengan lika liku dan tenggelamnya kaki di tumpukan salju yang tidak
padat, akhirnya aku melihat tepi sungai Torne, kami pun menyusuri, berjalan
berderet rapi, memastikan tetap berjalan di jalur snowmobile yang telah dibuat
oleh penduduk sekitar. Karena akan sangat berbahaya bisa kami tidak berjalan
pada jalur yang telah dipadatkan, karena kami ternyata berjalan di atas sungai
Torne yang membeku, jadi air yang mengalir tersebut adalah bagian tengah dari
sungai Torne.
Sungai Torne |
Meskipun angin berhembus lumayan
kencang, jalan-jalan singkat ini sangat menyenangkan, ditemani matahari sore,
kami berbincang banyak sambil berjalan, bertanya tentang asal masing-masing dan
banyak hal lainnya, kemudian kami berusaha membuat manusia salju yang gagal
total karena salju hari itu tidak basah, sehingga sulit untuk di bentuk.
Sebelum senja datang, kami pun diminta untuk mengambil air berember-ember untuk
keperluan kami sampai besok pagi, lumayan untuk olahraga otot tangan dan kaki.
Setelah itu Märta membuatkan kami
pure kentang, sup kacang dan menyediakan sosis khas Swedia yang berasal dari
daging Kerbau untuk kami panggang di acara barbekyu malam itu. Sambil menunggu
sauna yang sedang dipanaskan. Kami pun kembali berbincang-bincang.
![]() |
Makan malam |
Märta banyak bercerita, cerita
tentang sejarah sekitar Kiruna, cerita tentang kehidupannya sehari-hari,
memperlihatkan foto-foto (ada foto berang-berang yang sangat langka bisa dilihat
di sana dan berhasil dia abadikan dalam foto atau foto aurora yang sangat hijau
di langit kabin keluarga Taube). Karena penasaran, aku bertanya apakah dia
selalu hidup di tempat terpencil itu. Märta dan adiknya Ivan akan bergantian
mengurus tur ini tergantung ada tidaknya atau sedikit banyaknya turis-turis
yang ikut tur mereka, dibantu oleh sang bapak yang sudah mempercayakan semuanya
kepada anak-anaknya.
Apakah dia merasa bosan hidup seperti ini. Dia jawab dengan mantap. Tidak, dia tidak bosan, karena dia bisa melakukan semua hal yang dia suka di sana. Waktu mungkin akan terasa sangat lambat bagi manusia-manusia yang sudah terlalu lama tinggal di kota seperti aku. Tapi bagi Märta, waktu di sana merupakan kebebasan. Bebas melakukan apapun yang dia suka, bekerja menghasilkan uang melalui sesuatu yang dia cintai.
Aku bertanya kembali, apa yang akan dia lakukan saat musim panas tiba. Dia bilang dia akan menghabiskan dua bulan penuh menjelajah China, menurutnya itulah enaknya bekerja di bidang seasonal job. Malam itu pun di tutup dengan menunggu aurora kembali, di atas sungai Torne, yang ternyata bukan keberuntungan bagi kami semua, karena langit malam itu sangatlah kelabu, abu-abu, tanpa setitik bintang.
Apakah dia merasa bosan hidup seperti ini. Dia jawab dengan mantap. Tidak, dia tidak bosan, karena dia bisa melakukan semua hal yang dia suka di sana. Waktu mungkin akan terasa sangat lambat bagi manusia-manusia yang sudah terlalu lama tinggal di kota seperti aku. Tapi bagi Märta, waktu di sana merupakan kebebasan. Bebas melakukan apapun yang dia suka, bekerja menghasilkan uang melalui sesuatu yang dia cintai.
Aku bertanya kembali, apa yang akan dia lakukan saat musim panas tiba. Dia bilang dia akan menghabiskan dua bulan penuh menjelajah China, menurutnya itulah enaknya bekerja di bidang seasonal job. Malam itu pun di tutup dengan menunggu aurora kembali, di atas sungai Torne, yang ternyata bukan keberuntungan bagi kami semua, karena langit malam itu sangatlah kelabu, abu-abu, tanpa setitik bintang.
Setelah sarapan pagi, kembali kami memiliki waktu bebas, kami bisa memilih kegiatan yang akan kami lakukan sampai saatnya
pulang tiba, kami bisa mencoba memancing di atas es, mencoba cross country skiing atau apa saja yang
kami ingin lakukan. Aku akhirnya memilih untuk mencoba memancing terlebih
dahulu. Pertama kami harus mengebor permukaan es terlebih dahulu dengan mata
bor manual dengan tangan, lalu menggunakan alat pancing sederhana kami memulai
misi pemancingan ini di beberapa tempat. Tetapi karena setelah satu jam
menunggu dan tidak ada hasilnya, akhirnya aku memutuskan untuk mencoba bermain
seluncur dan cross country skiing di daerah sekitar sungai Torne. Setelah
selesai, aku pun membantu mereka yang sedang membuat manusia salju.
Cross country skiing |
Membuat lubang dengan mata bor untuk memancng |
Menunggu |
Snowman tahun ini |
Tak terasa kami kembali dijemput
dengan Snowmobile, yang artinya kegiatan saat ini tiba pada masa harus
berhenti. Kembali ke kota, kembali keperadaban serba ada.
Sebelum diantar ke
pusat kota, aku memilih di antar ke Ice Hotel. Ice Hotel ini di buat dari air
sungai Torne yang dibekukan, dan bila musim panas telah tiba, Ice Hotel ini akan
mencair dan kembali ke sungai, maka dari itu mereka bilang pembuatan Ice Hotel
ini ramah lingkungan, karena tanpa limbah (apa yang berasal dari alam, kembali
ke alam) dan Ice Hotel ini terinspirasi dari festival es di Jepang. Ice Hotel
terdiri dari beberapa bagian. Bagian utama berupa kamar hotel yang tentunya
berfungsi seperti kamar hotel pada umumnya, sebuah bar yang bila ada yang
memesan minuman akan disuguhkan dengan menggunakan gelas yang terbuat dari es,
sebuah gereja yang juga biasa digunakan untuk menikahkan pasangan-pasangan dari
berbagai belahan bumi, juga hotel ‚normal‘ untuk orang-orang yang lebih memilih
untuk tinggal di kamar biasa.
Time to go home |
Beberapa contoh kamar di Ice Hotel
Tiba-tiba
cuaca memburuk, badai salju menemani perjalanan pulangku ke pusat kota.
Menemani malam terakhirku di Kiruna. Semakin malam, angin bertiup semakin
kencang, salju semakin turun dengan lebatnya. Setelah makan malam, aku berusaha
keluar untuk berjalan mengejar aurora kembali, tapi sepertinya cuaca amat
sangat tidak memungkinkan aku untuk terus berjalan, oleh karena itu, aku
memutuskan untuk kembali ke Tommys House. Kembali berlindung di balik selimut,
sambil sesekali melihat ke arah jendela, berharap badai salju mereda, sampai
akhirnya aku tertidur dan pagi kembali menyapa.
---
Pagi
terakhir di Kiruna kuhabiskan dengan pergi ke Sami museum, museum suku Sami
yang di dalamnya terdapat sejarah, cerita, foto, barang-barang dan banyak lagi.
Museum ini merangkap Sami Central Cultur.
Kembali jalan-jalan menelusuri pusat kota, tidak lupa membeli oleh-oleh di
supermarket terdekat. Tiba waktunya bus menuju bandara untuk berangkat. Setengah
berlari aku mengejar bus yang sudah siap di haltenya. Ibu sopir bus mulai
memanaskan mesin, menutup bagasi dan bus meluncur menuju bandara. Aku yang
duduk di tepi jendela hanya bisa termenung, ternyata liburanku telah berakhir.
Kembali ke rutinitas awal.
Kiruna Kyrka (Gereja) |
Pesawat
dari Kiruna menuju Stockholm tertunda beberapa jam, karena masalah teknis di
Arlanda, berharap tidak akan tertinggal penerbangan selanjtnya, akhirnya
pesawat lepas landas setelah sekitar satu jam tertunda. Sesaat sebelum landing , seorang pramugari meminta maaf
sekali lagi atas keterlambatan yang telah terjadi , menjelaskan beberapa hal
teknis dan mengakhiri dengan bersenandung lagu cinta yang aku lupa judulnya
menggunakan intercom. Suaranya yang jazzy menemani landing sore itu, dan ditutup dengan gemuruh tepuk tangan serta
suara tawa renyah dari para penumpang sebagai apresiasi terhadap pilot yang
telah berhasil mengantar mereka dengan selamat dan juga pramugari yang melayani
mereka di udara tadi.
Berlari kembali aku mengejar
pesawat selanjutnya. Ditemani semburat senja di langit Eropa, aku kembali
pulang, membawa kenangan dan berharap bisa membawa pengaruh positif untuk
kembali ke rutinitasku yang biasanya. Kembali ke rumah.
---
Dalam
perjalanan ini , ternyata aku menjadi manusia penuh rasa iri. Iri hati ini
rasanya begitu mendengar, melihat dan membayangkan cerita manusia-manusia penuh
idelisme. Bukan sekedar idealisme tanpa usaha. Tetapi idealism yang disusun
sedemikian rupa hingga menjadi satu kesatuan hidup bagi mereka.
Menurut
mereka, hidup hanya sekali, maka lakukanlah apa yang kamu suka sebagai
pekerjaanmu, sebagai mata pencaharianmu. Dengan begitu, kamu tidak akan pernah
menyesal dengan semua pilihanmu, kamu akan hidup bahagia meski materi datang
dan pergi. Kamu akan
bisa merasakan hidup yang sebenarnya meskipun orang lain menatapmu sebelah
mata.
Aku iri dengan mereka, karena
mereka tahu apa yang mereka inginkan, apa yang membuat mereka bahagia, apa yang
harus mereka lakukan untuk kebahagiaan tersebut. Mereka tidak sepenuhnya
terjerat uang atau materi. Tetapi mereka mereka menggunakan materi tersebut
sebagaimana mestinya. Biarkan materi itu di dapat dan dihabiskan.. Lakukan yang
kamu mau mulai saat ini juga. Pendidikan formal (mungkin) memang penting. Tapi
bukankah melakukan apa yang kita pelajari dan apa yang kita sukai akan lebih
baik bagi diri kita?
---
„a journey of a thousand miles begins with a single step”
~philosopher
Laozi~
---
Salam
Jamadagni!
Dwi
Anggraini
NRP JMD 197313 / Ekalawya
Sunday, June 28, 2015
Dui and Her Trip to Kiruna Part II
---
Kiruna
Perjalanan Stokholm – Kiruna
memakan waktu sekitar 1,5 jam dengan pesawat. Langit biru digantikan dengan
badai salju. Menyambut sambil turun dari pesawat dan membuatku menarik
resleting jaket musim dingin yang kupakai sampai ke leher. Bandara di Kiruna
sangatlah kecil jika dibandingkan dengan Arlanda. Terdapat dua maskapai penerbangan
yang bisa digunakan untuk mencapai Kiruna dari kota atau negara terdekat, yang
bergantian setiap jamnya untuk terbang kembali ke tempat tujuan masing-masing.
Kiruna City dapat ditempuh
dengan bus bandara yang jam berangkatnya disesuaikan dengan jadwal penerbangan
yang ada, maka bila ada keterlambatan, tidak perlu khawatir, karena bus ini
akan menunggu penumpangnya yang baru saja turun dari pesawat. Atau dengan
taksi, meskipun taksi di sini harus di pesan terlebih dahulu dan menyocokan
harga serta waktu.
Hostel
yang telah aku pesan memang berada di tengah kota, hanya sekitar 10 menit
berjalan kaki dari Kiruna Tourist Information Center. Nama hostelnya adalah
Tommys House. Sebuah rumah 3 tingkat bercat dinding merah tua, warna merah tua
memang warna khas dari rumah-rumah kayu di Skandinavia. Kamarku terletak di basement. Tentunya ruang bawah tanah
yang layak huni, kamarnya kecil tapi nyaman, dengan jendela kecil di ujung
kamar serta kamar mandi yang merangkap sauna pribadi pemilik Tommys Hostel.
Tidak
lama setelah aku merapikan barang-barang di kamar, aku pun berkeliling ke
tengah kota, mencari dimana supermarket terdekat, atau sekedar melihat-lihat
bangunan-bangunan di pusat kota. Jalanan bersalju menghambatku berjalan cepat
dan harus berhati-hati agar tidak terpeleset. Setelah beberapa jam mengelilingi
kota, aku pun kembali ke Tommys House untuk beristirahat.
Alarmku berbunyi, saatnya untuk
bersiap-siap. Malam ini aku akan mengejar aurora bersama sebuah tur yang
menyediakan transportasi dan seorang pemandu. Karena tujuannya memang mengejar
aurora, jadi aku putuskan menggunakan tur, dengan harapan akan lebih terbuka
kesempatan melihat aurora. Sebelum itu, aku memastikan untuk makan malam
terlebih dahulu, mie seduh dan nasi instant yang kubawa dari rumah menemaniku
sendirian di dapur pada malam itu. Kulihat cuaca di luar dari jendela dapur,
hitam pekat dan sedikit bersalju. Aku mulai khawatir, akankah hari ini aku bisa
melihat aurora?
Perlengkapan tempurku sudah siap
semua, baju rangkap tiga, syal , kupluk, tidak lupa kamera, tripod , dll yang
telah rapi masuk ke dalam daypack.
Aku siap untuk pergi, apapun hasilnya nanti. Maka aku pun memulai kembali malam
ini.
---
Aurora
Stefan namanya, lelaki kurus yang
bilang, „I was German“, dengan penekanan kata was sambil tersenyum melihatku, mungkin karena dia tahu aku berasal
dari Berlin. Dia mengenal Kiruna pada awal tahun 90-an dan akhirnya memutuskan
menetap di Kiruna dan meninggalkan Jerman pada awal tahun 2000.
„It was love at the first sight“, mengawali karier nya di dunia seluncur anjing (dog sleeding) selama enam bulan setelah melewati hari-hari neraka kerja penuh lembur di dunia keinsinyuran Jerman. Demi enam bulan liburan yang dia pakai hanya untuk menjinakan anjing-anjing husky. Dia berkata, “Tahu enggak? Setelah enam bulan berkutat dengan anjing-anjing itu, otak saya tiba-tiba mati, enggak bisa digunakan untuk berpikir seperti sedia kala. Jadi, saat saya kembali ke kantor setelah enam bulan, kembali mengalami kerja lembur dan sebagainya. Saya mulai mempertanyakan diri saya sendiri. Apakah saya akan melakukan pekerjaan ini sampai akhir hidup saya nanti? Pekerjaan yang akhirnya saya sadari bukan sesuatu yang saya cintai, karena saya hanya mengejar materi. Akhirnya setelah satu bulan saya kembali bekerja, saya memutuskan untuk mengundurkan diri, dan kembali ke Kiruna. My love and my passions. pada akhirnya setelah melewati liku-liku jatuh bangun, akhirnya saya memutuskan untuk pindah untuk seterusnya ke Kiruna. And here I am, with all of you, with this seasonal job of mine”
Ternyata
di dalam mobil sudah ada dua orang yang ternyata pasangan suami istri dan
secara kebetulan sang suami adalah pria Indonesia asal Medan dan sang istri
adalah wanita Malaysia. Setelah berkenalan singkat, kami pun menjemput satu orang
terakhir untuk tim malam ini, perempuan Hongkong yang sedang menyelesaikan
kuliahnya di Belanda. Mereka adalah orang-orang yang sangat ramah, antusias,
dan menyenangkan. Banyak cerita yang mereka ceritakan, terutama pemandu kami
malam itu, Stefan.
Ditemani
kopi, teh, dan kue-kue ringan lainnya, mobil yang kami tumpangi menembus
gelapnya malam Kiruna, menjauh dari gemerlapnya lampu kota. Malam itu angin berhembus kencang
dan langit berawan. Sampai tiba satu waktu bintang-bintang mulai terlihat di
balik awan. Bintang termasuk salah satu pertanda bahwa aurora akan bisa
terlihat. Kami pun mulai memincingkan mata, menengok ke kiri dan ke kanan
jalan. Sampai satu waktu Stefan menunjuk ke arah kanan jalan, aurora! Dengan
sangat ajaibnya terlihat oleh mata ini semburat hijau yang tidak begitu kuat
dan akhirnya dia memutuskan untuk
mencari tempat parkir yang aman.
Aurora? Sebuah keberuntungan
mungkin? Karena kadang dia ada, menunggu di langit malam, tetapi bila awan
berkumpul, maka aku tak akan bisa melihatnya, dia tak akan memunculkan
keajaibannya dimataku. Aurora diawali dengan kabut putih, bergerak perlahan
yang lama-lama merambat menjadi berwarna hijau,semakin lama semakin terlihat
jelas, bergerak terus menerus, menari-nari, menjalar ke segala arah, muncul
dari berbagai macam arah, membuatku hanya bisa terkesima, membuatku besyukur
mendapatkan kesempatan seperti ini, membuatku lupa diri, membuatku mengingat
mimpi-mimpi, ah andai keadaan ini bisa bertahan lama, karena setelah beberapa
menit menari-nari di atas langit malam itu, aurora menghilang begitu saja, di
telan awan.
Ya, hanya keberuntungan semata. Bahkan Stefan pun tidak selalu
melihat aurora di setiap tur yang dia bawa. Dia bilang bahwa melihat aurora
selalu menjadi momen yang paling ajaib di hidup dia. Meskipun dia sudah melihat
aurora berkali-kali, saat aurora muncul, perasaan itu selalu muncul kembali,
perasaan yang sama ketika melihat aurora untuk pertama kalinya dalam hidupnya.
Bahkan untuk aku sendiri, saat aku melihat aurora yang tidak seperti di
foto-foto itu, aku merasa sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Meskipun pada akhirnya foto-foto yang kubuat tidak terlalu bagus, tapi aku
sangat puas. Aku puas dengan malam ini, tiga kali kami melihat aurora, dengan
intensitas yang berbeda dengan latar belakang yang berbeda pula.
Akhirnya kami pun memutuskan untuk kembali ke Kiruna City, karena saat kami sampai di Abisko yang terkenal karena langitnya yang cerah dan terdapat menara observasi aurora, kami tidak melihat tanda-tanda aurora akan keluar meskipun langit yang hitam pekat itu bertabur bintang tanpa awan. Malam itu akan tersimpan rapat menjadi kenangan. Memori ini akan aku simpan dan akan terus bersamaku, selamanya. Tujuanku sudah terlaksana, impian masa kecil telah menjadi kenyataan. Apalagi yang bisa kuharapkan? Nothing more! J Aku pun tertidur malam itu tanpa bermimpi.
Akhirnya kami pun memutuskan untuk kembali ke Kiruna City, karena saat kami sampai di Abisko yang terkenal karena langitnya yang cerah dan terdapat menara observasi aurora, kami tidak melihat tanda-tanda aurora akan keluar meskipun langit yang hitam pekat itu bertabur bintang tanpa awan. Malam itu akan tersimpan rapat menjadi kenangan. Memori ini akan aku simpan dan akan terus bersamaku, selamanya. Tujuanku sudah terlaksana, impian masa kecil telah menjadi kenyataan. Apalagi yang bisa kuharapkan? Nothing more! J Aku pun tertidur malam itu tanpa bermimpi.
---
Dui and Her Trip to Kiruna Part I
P.S. Tulisan ini sebenarnya aku buat atas permintaan seorang teman untuk (mungkin dan akan) dimasukan ke website PPA Jamadagni yang rencananya akan lauching pada bulan April yang lalu. Tapi mungkin tulisan ini tidak akan terpampang di sana. Atau mungkin nanti akan terpampang di sana. Apapun itu, akhirnya aku memutuskan untuk bercerita kepada kalian, siapapun itu....
---
Berawal
dari menonton film seri dokumenter atau film animasi tentang fenomena alam aurora,
tanpa aku sadari melihat aurora telah menjadi salah satu impianku, mungkin
hanya sekedar angan-angan belaka saat itu, bermimpi tanpa memikirkan bagaimana
cara mencapainya. Tapi aku memutuskan
untuk mewujudkan impianku tersebut sejak dua tahun yang lalu. Meskipun
akhirnya kandas karena satu dan lain hal.
Banyak orang bilang, aurora
yang merupakan fenomena alam adalah sesuatu yang tak pernah pasti, selain
faktor alam yang mendukung, pun dibutuhkan keberuntungan yang (sangat) baik.
Dengan berharap aku memiliki sedikit keberuntungan itu, akhirnya aku mulai
merencanakan perjalanan ini. Perjalanan mengejar aurora.
Ternyata banyak yang harus kulakukan
dalam 20 hari termasuk membuat rencana perjalanan yang dimulai dari mencari tiket pesawat murah dan
akomodasi tempat tinggal yang murah tapi tetap berkualitas, mempersiapkan perlengkapan
yang dibutuhkan, kegiatan-kegiatan yang akan aku lakukan nanti dan
rencana-rencana lainnya. Rencana perjalanan ini sangat membantuku untuk
memungkinkan semuanya stay to the line
, baik untuk keuangan sampai perkiraan waktu kegiatan secara garis besar.
Siap. Semua telah selesai
dipersiapkan dan inilah aku, seorang solo
traveller yang akan memulai perjalanannya ke negara Scandinavia – Swedia.
---
Stockholm
Kugendong
ransel menuju bandara sambil berdoa untuk segalanya dan semua berjalan lancar,
mulus, tanpa hambatan sedikit pun. Hanya 1,5 jam perjalanan dan aku pun sampai di
Stockholm, Swedia. Segera kumencari bagian Informasi untuk menolongku membeli
tiket perjalananku ke Stockholm City. Ya, aku akan menghabiskan sisa setengah
hari di sana sebelum aku kembali dan bermalam di bandara nantinya.
![]() |
Stockholm dan hutan pinus dari kejauhan |
Setelah kudapatkan semua informasi yang dibutuhkan
dan tiket. Segera aku menaruh daypack yang terlalu berat untuk kubawa bekeliling
kota di loker yang telah tersedia dan dilanjutkan dengan mengejar bus yang akan
membawaku ke pusat kota. Melewati hutan pinus, jalanan kerikil dan pasir, aku
pun berganti kendaraan dengan commuter
train. Sekitar 45 menit kemudian aku pun sampai di Stockholm City.
Stockholm,
pusat negara Swedia, sebuah kota cantik dengan arsitektur khas Eropa yang rapih
dan menawan. Dikelilingi laut dan pelabuhan.
Meskipun cuaca mendung, berawan dan berangin kencang, tidak menyurutkan
kecantikan kota ini secara keseluruhan.
Dikarenakan
aku sampai sore hari di Stockholm City, yang artinya sudah tidak ada kesempatan
lagi untuk melihat museum yang rata-rata sudah akan tutup, akhirnya kuputuskan
saja umtuk mengelilingi kota ini, di dingin senja. Berjalan melangkah memasuki
gang-gang, memperhatikan banyak manusia berlalu lalang, lalu mencari makan
malam karena perut yang sudah keroncongan dan akhirnya menyusuri tepi pelabuhan
bersama gemerlap lampu malam. Meskipun malam sudah semakin larut banyak orang yang
masih berlalu lalang di stasiun subway
, termasuk aku. Sebelum kembali ke bandara, aku berniat menghabiskan waktu
dengan naik subway sampai stasiun
terakhir, yang berujung pada petaka, yaitu masuk ke hangar kereta yang gelap
gulita karena keterbatasan bahasa (masinis subway
memberitahukan bahwa ada perubahan jalur, jadi subway
ini tidak akan melanjutkan sampai stasiun terakhir dan dimohon semua penumpang
agar keluar dan mengganti kereta di jalur yang lain). Meskipun tidak sendiri
dan akhirnya di antar kembali ke stasiun sebelumnya, khusus cuma untuk kami
berdua, turis asing yang kurang konsentrasi dalam berkendaraan J.
Setelah
puas menikmati malam di Stockholm, akhirnya aku memutuskan kembali ke bandara
untuk istirahat. Dikarenakan keadaan keuangan yang sebisanya harus di hemat,
aku memang merencanakan untuk menginap di Arlanda Airport. Banyak komentar
positif yang menyatakan bahwa Arlanda layak untuk diinapi, terutama untuk
orang-orang yang tidak membutuhkan kasur untuk tidur, buka 24 jam dengan
keamanan yang selalu berkeliling setiap jamnya. Ternyata aku tidak sendiri, ada
sekitar enam orang lain yang tidur di sofa-sofa yang bergelimpangan
disekitarku. Perjalananku hari ini berakhir, di tutup dengan tidur lelap
ditemani dengkuran manusia-manusia kecapekan disekelilingku.
I slept here |
Ada
satu hal yang menarik yang menarik dari Arlanda Airport. Ada sebuah kotak
dengan latar belakang hitam bertabur bintang-bintang, dan di tengah kotak kaca
tersebut ada sebuah gambar bumi dengan tulisan sebagai berikut:
„Now
the earth was formless and empty, darkness was over the surface of the deep,
and the Spirit of God was hovering over the waters.”
Första Mosebok 1:2
Genesis 1:2
Arlanda
Chapel is a secluded, quite place for rest, meditation or prayer. A place where
you are welcome regardless of faith or religion. Here you can find a much
needed break from airport noise. In our bookshelf are scriptures from the major
world religion and Muslim prayer mats for lending.
-Svenska
Kyrkan-
Mungkin itulah salah satu
bentuk pemerintah Swedia untuk menghargai sebuah kebebasan. Entahlah.
---