Friday, December 27, 2013

R.I.P. Schnuffi

Perkerjaan paruh waktu saya yang lain adalah menjadi babysitter untuk dua anak yang sudah bukan bayi lagi :), satu anak laki-laki berumur 8 tahun dan satu anak perempuan berumur 12 tahun, jadi mungkin lebih tepatnya saya menyebut diri saya Kinderbetreuerin alias perempuan yang menjaga anak-anak. Tiga tahun lebih saya menjalani pekerjaan paruh waktu ini dan dalam tiga tahun itu pula saya kadang menjaga ( memberi makan ) binatang-binatang peliharaan keluarga ini. Meskipun saya katakan binatang peliharaan, lebih tepatnya ikan-ikan mikro dalam akuarium super mini punya si anak laki-laki, ikan-ikan hias dalam akuarium lumayan besar punya sang bapak dan satu hamster betina bernama Schnuffi punya si anak perempuan.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, mereka merayakan natal di luar negeri untuk mengunjungi nenek dan kakek mereka. Oleh karena itulah saya diminta tolong oleh sang ibu untuk memberikan makan para binatang peliharaan itu setiap dua hari, yaitu tanggal 24 dan 26 Desember 2013.

Saya datang sekitar pukul 20:00 di malam Christmas Eve,  saya pun masuk dan memberi makan ikan-ikan mikro, save! Tidak ada yang mengambang alias mati. Kegiatan pun berlanjut ke ikan-ikan hias, mereka begitu ganas melahap makanan ikan yang seperti kertas wana-warni dan tentu saja ikan-ikan ini pun semuanya bertahan hidup. Akhirnya saya membuka kulkas, menimang-nimang makanan basah apa yang akan saya berikan kepada Schnuffi, pilihan saya akhirnya jatuh pada daun selada. Sebelum saya berikan kepada Schnuffi, tentu sajadaun selada itu saya robek kecil-kecil sebelum saya berikan kepada si kecil Schnuffi. Karena tempat makanan basah Schnuffi kosong, maka saya tidak curiga dan tidak khawatir kalau ada kemungkinan Schnuffi mati, lagi pula wajar-wajar aja Schnuffi jam segitu masih tidur dan belum berkeliaran dikandangnya. Setelah memastikan semua lampu mati akhirnya saya pun pulang ke rumah.

Kemarin malam yaitu tanggal 26 Desember 2013, saya pun kembali ke rumah itu untuk memberi makan hewan-hewan peliharaan itu. Dimulai kembali dengan ikan-ikan mikro, ikan-ikan hias, membuka kulkas, memotong wortel, lalu datang ke kandang Schnuffi, tapi ternyata daun-daun selada itu masih ada di sana, teronggok tak tersentuh oleh Schnuffi. Perasaan saya pun mulai was-was, dengan jantung berdebar-debar dan panik, akhirnya saya bongkar rumah Schnuffi di dalam kandang besar itu. Apakah yang saya lihat? Schnuffi berbaring menyedihkan dengan dan dingin tak lagi bernafas ataupun bergerak. TIDAAAAAAAAKKKKKKKK! Ingin rasanya menitikan air mata melihat keadaan Schnuffi yang seperti itu. :( Dengan paniknya saya pun me-SMS sang bapak dan sang ibu. Akhirnya beberapa menit kemudian saya mendapatkan SMS balasan yang berisi permintaan tolong untuk membekukan Schnuffi di freezer. Dengan hati yang berat akhirnya saya membekukan Schnuffi di kulkas ( semoga tidak ada orang lain selain keluarga itu yang melihat bangkai hamster di tempat es dan membuangnya tanpa tendeng aling-aling :). Amin. )

R.I.P. Schnuffi....



Schnuffi itu tragis hidupnya, dia dibeli sebagai hadiah ulang tahun si anak perempuan ke 10 tahun sebagai pengganti hamster kesayangan si anak perempuan yang telah mati beberapa waktu yang lalu. Si anak perempuan begitu bahagia dengan hadiah hamsternya. Setiap malam, sebelum tidur, dia tidak lupa mengeluarkan Schnuffi dari kandangnya, bermain di kamar dan kadang di bawa ke ruang tengah untuk menonton televisi bersama-sama. Saya pikir waktu-waktu itu adalah titik terbahagia dalam hidup Schnuffi. Entah kapan, si anak perempuan mulai lebih suka memainkan smartphone-nya, mengobrol dengan teman-temannya dengan videochat via Skype atau chatting dengan applikasi Watsup, entah kapan, Schnuffi pun terlupakan....

Pernah suatu saat si anak perempuan sudah bersiap-siap untuk menarik selimutnya untuk tidur, ketika saya bertanya apakah dia sudah memberikan Schnuffi makan? Dia hanya dengan malasnya berjalan ke dapur, memasukan sayuran itu ke dalam kandang dan pergi tidur, tanpa belaian, tanpa mengobrol dengan Schnuffi-lein. Apakah dia telah melupakan rasa  bahagia yang dia rasakan dulu saat akhirnya orangtuanya membelikan Schnuffi? Apakah dia telah melupakan bahwa Schnuffi ada di sana karena rengekannya?Apakah dia lupa?!

Schnuffi, kadang saya yang mengelus Schnuffi sambil bertanya dalam hati, kenapa manusia kadang egois? Sejak kecil, saya tidak pernah punya hewan peliharaan milik saya sendiri dan saya pun tidak pernah merengek minta dibelikan hewan-hewan tersebut. Kakak saya punya burung merpati yang akhirnya di buang oleh ibu saya karena takut akan virus H5N1 :), kakek saya punya burung nuri yang pintar berbicara tapi mati karena sakit seminggu setelah kakek saya meninggal, bapak saya punya burung-burung parkit yang akhirnya mati satu persatu karena tua dan sakit-sakitan, ibu saya punya ayam-ayam yang mati satu-satu untuk jadi santapan keluarga :) atau kucing liar bernama HanHan yang selalu datang untuk minta makan dan menjaga rumah saya dengan gagahnya dari tikus-tikus got super besar, saya dan kakak saya punya kura-kura brazil yang mati karena dibunuh oleh kucing garong yang entah bagaimana bisa masuk ke rumah, adik saya punya hamster yang menjadi kanibal dan membunuh teman sekandangnya, terakhir kami punya kura-kura yang berumur lebih tua dari saya sebagai hadiah ulang tahun pernikahan kedua orangtua saya ( entah siapa orang itu, entah apa yang ada dalam pikirannya untuk memberikan hadiah kura-kura T_T ). Meskipun semuanya mati, tapi saya yakin, setidaknya mereka tidak kekurangan sedikit pun kasih sayang dari saya dan keluarga, tidak terbengkalai dan tidak juga di biarkan begitu saja, mereka selalu kami ajak bicara, penuh cinta, kekekekeke.

Intinya, wahai kalian yang punya anak, coba anaknya dikasih tahu tentang tanggung jawab ketika mereka merengek minta binatang peliharaan, bahwa binatang peliharaan adalah mahluk hidup yang ketika kita lalai, maka nyawa mereka lah yang menjadi taruhannya, maka jiwa merekalah yang terancam. Bukankah sekecil apapun kesalahan yang kita lakukan akan ada balasannya di hari akhir nanti? Hidup nya dan mati nya mereka memang bukan ditangan kita, tapi, setidaknya kita telah berusaha semaksimal mungkin untuk membahagiakan apa yang kita pelihara....

Tuesday, December 24, 2013

Vollmond


Apakah kamu melihat apa yang saya lihat? Ya, itu bulan purnama! Bulan purnama bulat sempurna di malam itu...

Malam  itu semuanya berlangsung seperti malam-malam sebelumnya. Bangun di sepertiga malam, menggosok gigi, memakai jaket lalu terburu-buru (lagi) mengejar tram. Mengambil koran, menumpuknya dan mendorong gerobak yang siap di antar.

Dua pertiga jalan telah diselesaikan, entah kenapa yang biasanya merasa tergesa-gesa, malam itu hati berdesir ingin menikmati malam, didongakanlah kepala ini ke atas. Apa yang saya lihat? Langit malam itu terlalu gelap, pekat, hitam, bahkan tak ada sedikitpun  awan yang biasanya berjalan berhembus tanpa suara.

>>Bulan dan Fernsehturm<<

Saat mengintip di antara dua gedung perumahan itu, tersembulah sang purnama bulat sempurna. Bersinar aduhai menemani pekatnya malam. Bulan yang terlihat di depan kedua mata ini benar-benar besar, bersinar terang sekali sampai bopeng-bopeng bulan pun bisa dilihat dengan jelas, dia begitu dekat meskipun tak akan pernah tergapai. Di saat-saat seperti inilah selelu terbesit penyesalan, kenapa saya tidak memiliki kamera SLR/DSLR dan tidak pula bisa memakai kamera tersebut untuk mengabadikan saat-saat menakjubkan seperti ini?!

Saya pulang masih dengan perasaan takjub, seumur hidup saya pikir, bulan malam ini adalah bulan yang paling indah yang pernah saya lihat. Subhanallah!

Seperti biasa pula, saya pulang dan bersiap-siap untuk pergi kuliah pagi. Saat melangkah keluar pukul 06:40, saat membuka pintu gedung, lagi-lagi perasaan aneh akan pagi itu terasa kembali, pagi itu terasa sangat gelap dengan langit yang masih hitam pekat. Ada apakah dengan langit malam itu?

Saya pun ( kembali ) berlari mengejar kereta antar kota, duduk manis, lalu tidur untuk merapel waktu tidur yang terpotong tadi malam, tertidur menunggu kereta melaju menembus pagi kelam tak berawan. Bel kereta berbunyi dengan khas nya, mengalun suara perempuan untuk pemberentian terakhir pagi itu, membangunkan sebagian besar penumpang termasuk saya. Saat membuka kedua mata ini, semburat jingga menerobos masuk retina, melonjakkan adrenalin untuk membuka mata sepenuhnya, lagi-lagi saya melihat hal yang terlalu menakjubkan untuk diungkapkan dengan kata-kata.

Baiklah, akan saya rangkai dalam kata-kata bila memang bisa. Langit pagi itu berwarna kehijauan ( hijau tosca mungkin ? ) dengan semburat jingga dan ungu disekelilingnya juga biru yang tak terdefinisikan, sedangkan di sepertiga bagian bawah dari langit pagi itu, terbentang sebuah garis horisontal bewarna kelabu. Aha! Akhirnya saya melihat apa yang mereka katakan dengan 'HORIZON'. Saya melihatnya! Terbentang panjang tak terputus sepanjang perjalanan. Tak tahu lagi apa yang bisa saya jelaskan tentang malam dan pagi itu. Entah. Semuanya begitu indah pada tempatnya.

Malam itu mengawali pagi itu dan pagi itu mengawali sore itu, sore yang kelabu karena saya harus menulis ujian yang belum saya persiapkan. Ahhh... Tuhan memang Maha Pemberi, dia memberikan apa yang paling saya butuhkan hari itu. Hati yang teduh di pagi yang saru.

Search This Blog