Vollmond
Apakah kamu melihat apa yang saya lihat? Ya, itu bulan purnama! Bulan purnama bulat sempurna di malam itu...
Malam itu semuanya berlangsung seperti malam-malam sebelumnya. Bangun di sepertiga malam, menggosok gigi, memakai jaket lalu terburu-buru (lagi) mengejar tram. Mengambil koran, menumpuknya dan mendorong gerobak yang siap di antar.
Dua pertiga jalan telah diselesaikan, entah kenapa yang biasanya merasa tergesa-gesa, malam itu hati berdesir ingin menikmati malam, didongakanlah kepala ini ke atas. Apa yang saya lihat? Langit malam itu terlalu gelap, pekat, hitam, bahkan tak ada sedikitpun awan yang biasanya berjalan berhembus tanpa suara.
>>Bulan dan Fernsehturm<< |
Saat mengintip di antara dua gedung perumahan itu, tersembulah sang purnama bulat sempurna. Bersinar aduhai menemani pekatnya malam. Bulan yang terlihat di depan kedua mata ini benar-benar besar, bersinar terang sekali sampai bopeng-bopeng bulan pun bisa dilihat dengan jelas, dia begitu dekat meskipun tak akan pernah tergapai. Di saat-saat seperti inilah selelu terbesit penyesalan, kenapa saya tidak memiliki kamera SLR/DSLR dan tidak pula bisa memakai kamera tersebut untuk mengabadikan saat-saat menakjubkan seperti ini?!
Saya pulang masih dengan perasaan takjub, seumur hidup saya pikir, bulan malam ini adalah bulan yang paling indah yang pernah saya lihat. Subhanallah!
Seperti biasa pula, saya pulang dan bersiap-siap untuk pergi kuliah pagi. Saat melangkah keluar pukul 06:40, saat membuka pintu gedung, lagi-lagi perasaan aneh akan pagi itu terasa kembali, pagi itu terasa sangat gelap dengan langit yang masih hitam pekat. Ada apakah dengan langit malam itu?
Saya pun ( kembali ) berlari mengejar kereta antar kota, duduk manis, lalu tidur untuk merapel waktu tidur yang terpotong tadi malam, tertidur menunggu kereta melaju menembus pagi kelam tak berawan. Bel kereta berbunyi dengan khas nya, mengalun suara perempuan untuk pemberentian terakhir pagi itu, membangunkan sebagian besar penumpang termasuk saya. Saat membuka kedua mata ini, semburat jingga menerobos masuk retina, melonjakkan adrenalin untuk membuka mata sepenuhnya, lagi-lagi saya melihat hal yang terlalu menakjubkan untuk diungkapkan dengan kata-kata.
Baiklah, akan saya rangkai dalam kata-kata bila memang bisa. Langit pagi itu berwarna kehijauan ( hijau tosca mungkin ? ) dengan semburat jingga dan ungu disekelilingnya juga biru yang tak terdefinisikan, sedangkan di sepertiga bagian bawah dari langit pagi itu, terbentang sebuah garis horisontal bewarna kelabu. Aha! Akhirnya saya melihat apa yang mereka katakan dengan 'HORIZON'. Saya melihatnya! Terbentang panjang tak terputus sepanjang perjalanan. Tak tahu lagi apa yang bisa saya jelaskan tentang malam dan pagi itu. Entah. Semuanya begitu indah pada tempatnya.
Malam itu mengawali pagi itu dan pagi itu mengawali sore itu, sore yang kelabu karena saya harus menulis ujian yang belum saya persiapkan. Ahhh... Tuhan memang Maha Pemberi, dia memberikan apa yang paling saya butuhkan hari itu. Hati yang teduh di pagi yang saru.
0 comments:
Post a Comment