Monday, July 27, 2015

Perpisahan Seorang Teman

Semua berjalan begitu cepat. Bahkan waktu yang melaju dengan stagnan, terasa begitu menggesa. Sengaja aku kerjakan semuanya di akhir waktu. Karena bagiku semuanya tak lebih dari isapan jempol. Tapi saat kenyataan datang padaku, memporakporandakan semua imajinasiku. Aku kembali ke alam sadarku. Aku harus bergerak. Sekarang, demi temanku. Demi kenangan dan memori yang pernah ada pada kami. Aku dia dan yang lain.

Semua selalu kembali ke asal. Yang tadinya ada menjadi tiada, yang tadinya dekat menjadi jauh, yang tadinya terasa biasa menjadi luar biasa. Begitu pun sebaliknya. Jadi, apalah yang harus dilakukan selain merelakan semua?

Memang tak ada air mata yang menetes saat kugoreskan kata. Mengapa? Karena aku tergesa-gesa. Membuat raga, hati dan pikiranku sibuk, agar bisa kutuntaskan semua.

Meskipun selalu pada akhirnya hanya ada penyesalan akan ketidakpuasan yang telah kulakukan, tapi setidaknya aku tak perlu ikut larut dalam pikiranku yang menjadi liar. Mencari kebohongan dalam kenyataan. Yang pada akhirnya kembali lagi pada hukumNya. Perpisahan tak pernah jauh dari pertemuan. Begitupula sebaliknya.

Insyaallah kita akan dipertemukan kembali. Dimanapun itu.

Thursday, July 23, 2015

About you

Rasa-rasanya ingin aku tertawa geli. Berharap seseorang berubah setelah sekian lama tidak berbicara dan menghadapi kenyataan bahwa seorang dia ternyata tidak berubah, sama sekali. Mungkin ternyata atau pada kenyataannya sifat seorang manusia memang susah berubah. Meskipun waktu terus berjalan, menggerus sedikit demi sedikit umur yang entah kapan akan habis masanya.

Entah mengapa, setiap kali berbincang dengannya, yang kurasakan adalah keputusasaan akan kehidupan. Perasaan tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Perasaan iri saat melihat kehidupan orang lain, atas pekerjaannya , atas materi yang dimilikinya, dan lain sebagainya.

Jikalau dia dan aku adalah teman. Maka seharusnya aku merasakan bagaimana perasaan yang selalu kurasakan dengan teman-temanku yang lain saat berbicara. Mereka membuatku merasa, bahwa apapun itu, mereka ada untukku, meskipun jarang berbicara satu sama lain, setidaknya aku merasa aku diperhatikan, kabarku mereka benar-benar ingin tahu, mereka bercerita apapun, sepersekian detik mungkin waktu yang kami habiskan, tapi tak pernah sepersekian milli detik aku merasa bahwa mereka hanya menggunakan aku sebagai alat.

Lain bila aku berbicara dengan dia. Pada akhirnya, aku selalu merasa, bahwa aku adalah sebuah alat, yang mungkin akan dia pakai, suatu saat nanti, untuk memenuhi apa yang menurutnya akan membuat dia bahagia.

Teman yang baik adalah teman yang begitu kau gunakan dia sebagai alat. Dia tidak pernah merasa kau gunakan sebagai alat. Karena dia ikhlas. Karena ternyata salah satu fungsi teman adalah saling mendukung satu sama lain, saling menggunakan satu sama lain, dan saling-saling lainnya. Tanpa merasa tebebani. Tanpa merasa pamrih. Itulah kamu saat bertemu dengan temanmu yang sebenar-benarnya.

Mungkin bukan maksudnya berbuat seperti itu kepadaku. Atau mungkin hanya aku yang ternyata terlalu sensitif atas hal-hal seperti itu. Tapi, rasa-rasanya selalu materi yang dia tanyakan padaku, bertanya kabar hanya untuk sekedar kalimat pembuka, basa-basi.

Sayangnya aku tak pernah bisa berbicara lepas dengannya. Entah mengapa. Ingin rasanya aku mengingatkan jika dia tidak bisa mengubah situasi, maka ubahlah dulu sikap dan perilaku diri kita sendiri. Money won't make you happy, even when you think that your happiness is to have a lot of money. People like us, indeed need money. But you don't need to be a millionaire to have a happy life. Work hard, play harder. Why not?  Don't (always) compare what another people has with what you have. Because everybody have their own road. Be ambitious but not be a greedy guy! Of course never think that you are more miserable than other people. Because there is always more miserable people than you in reality.


Do not speak about your money in front of a poor person.
Do not speak about your health in front of a sick person.
Do not speak about your power in front of a weak person.
Do not speak about your happiness in front of a sad person.
Do not speak about your freedom in front of a prisoner.
Do not speak about your children in front of an infertile person.
Do not speak about your father in front of an orphan.
"Because their wounds cannot bear more."
I hope you can grow up to be a  better and wiser man not be just an old man.  :)



* Tapi mungkin semua itu kembali kepadaku. Sebelum ku mengkritik dia, ada baiknya bila aku mengkritik diriku sendiri....

Saturday, July 18, 2015

Hari Raya Idul Fitri 1436H



Mungkin memang salah apabila kita hanya saling meminta maaf dan memaafkan satu sama lain di waktu ini Idul Fitri saja. Tapi bukankah tak akan pernah salah, bila kita memang berniat di hari yang besar ini, untuk memohon agar amalan kita selama ini bisa Allah SWT terima dan mengugurkan dosa-dosa yang terus menumpuk baik yang disadari oleh tidak disadari oleh kita, atau sekedar pengingat dosa-dosa atau kesalahan-kesalahan yang telah kita perbuat satu sama lain sebagai manusia yang tidak sempurna, yang amal ibadahnya masih naik turun? Juga saatnya memaafkan sesama, meski kadang rasa tinggi hati yang menutup pintu maaf di hati manusia.



TAQABALLAHU MINNA WA MINKUM, 

SYIYAMANA WA SYIYAMAKUM.

MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN.



-Dui-



Friday, July 3, 2015

Dui and Her Trip to Kiruna Part III

---

Outdoor Activities

Keesokan pagi, aku kembali bersiap-siap untuk mengikuti tur yang lain, kali ini tur untuk mencoba berkegiatan di alam bebas Kiruna. Tur ini dikelola oleh satu keluarga, seorang bapak dan kedua anaknya, seorang  laki-laki dan seorang perempuan. Mereka memiliki sebuah area yang mereka bangun untuk keperluan tur ini. Kami mencapai area ini menggunakan mobil dari kota sampai gudang tempat kami mengganti celana dan sepatu salju yang mereka persiapkan, lalu dilanjutkan menggunakan snowmobile. 

Mereka menawarkan untuk mengendarai snowmobile ini secara bergantian. Penggunaannya seperti mengendarai motor matic, tetapi kadang membutuhkan tenaga untuk menyetir arah kemudinya. Penumpang yang lain bisa duduk bersila di kereta yang tersambung dengan snowmobile ini. Matahari menemani perjalanan ini, bersama butiran salju dan deru mesin. Akhirnya kami sampai ke area yang di tuju.


Tempat kami bermalam sangat dekat dengan sungai Torne. Air dari sungai Torne adalah salah satu dari tiga sungai yang terbersih di Eropa karena sama sekali tidak digunakan untuk industri, sehingga air dari sungai Torne ini aman untuk diminum langsung. Pemandangan dari sungai Torne ini sangatlah menawan. Dikelilingi hutan pinus dan salju yang menumpuk. Gemericik bunyi air begitu membuai, mengingatkanku akan Indonesia. Ketika sungai di dekat rumahku dulu masih sangat bening. Cukup melihat sekeliling, udara yang sangat segar, aku kembali bersyukur, masih bisa diberi kesempatan untuk merasakan semua ini.

Area ini terbagi menjadi beberapa kabin kecil terbuat dari kayu. Satu kabin tradisional suku Sami(suku asli Kiruna yang kemungkinan sudah ada sejak jaman prasejarah), beberapa kabin kayu modern dengen pemanas kayu bakar, satu lumbung kayu, satu kabin utama merangkap dapur dan tempat tinggal keluarga Taube, satu sauna, satu kabin untuk barbekyu dan satu kamar mandi tanpa air mengalir. Semuanya tertutup salju tebal.

Dapur dan tempat tinggal keluarga Taube

Salah satu kabin / kamar tidur yang di buat seperti rumah suku Sami.
Märta sang anak perempuan memperkenalkan dirinya. Berambut pirang dan bertubuh kecil tetapi sangat sigap dalam melakukan apapun. Kegiatan hari itu dimulai dengan makan siang yang sudah dimasak oleh Märta, dia memasak sup sayur daging Moose (yang katanya masih tersisa 3kg dari bulan November tahun lalu, bisa dibayangkan seberapa besar Moose muda yang akan berakhir di panci keluarga Taube) dan orak arik kentang sayur untuk yang tidak memakan daging. Kemudian dilanjutkan dengan memotong kayu untuk bahan bakar perapian di kabin dan sauna. Setelah itu, kami diajarkan menggunakan senapan angin berikut tips-tipsnya, dan memperingatkan kami untuk berhati-hati dalam menggunakan senapan angin tersebut, terutama jangan membidik ke arah mahluk hidup, baik itu manusia maupun hewan termasuk burung. Märta bilang, „Birds are our family “. Bila kami bosan, dengan keduanya, saat ini adalah waktu bebas untuk kami, sampai nanti saatnya makan malam tiba.


Märta dan senapan angin

Memotong kayu untuk bahan bakar pemanas ruangan

Karena tidak terlalu tertarik dengan dunia tembak menembak, akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti sekelompok orang asal Copenhagen dan dua mahasiswi asal China untuk berkeliling mengitari hutan pinus. Dengan lika liku dan tenggelamnya kaki di tumpukan salju yang tidak padat, akhirnya aku melihat tepi sungai Torne, kami pun menyusuri, berjalan berderet rapi, memastikan tetap berjalan di jalur snowmobile yang telah dibuat oleh penduduk sekitar. Karena akan sangat berbahaya bisa kami tidak berjalan pada jalur yang telah dipadatkan, karena kami ternyata berjalan di atas sungai Torne yang membeku, jadi air yang mengalir tersebut adalah bagian tengah dari sungai Torne.


Sungai Torne

Meskipun angin berhembus lumayan kencang, jalan-jalan singkat ini sangat menyenangkan, ditemani matahari sore, kami berbincang banyak sambil berjalan, bertanya tentang asal masing-masing dan banyak hal lainnya, kemudian kami berusaha membuat manusia salju yang gagal total karena salju hari itu tidak basah, sehingga sulit untuk di bentuk. Sebelum senja datang, kami pun diminta untuk mengambil air berember-ember untuk keperluan kami sampai besok pagi, lumayan untuk olahraga otot tangan dan kaki. 

Setelah itu Märta membuatkan kami pure kentang, sup kacang dan menyediakan sosis khas Swedia yang berasal dari daging Kerbau untuk kami panggang di acara barbekyu malam itu. Sambil menunggu sauna yang sedang dipanaskan. Kami pun kembali berbincang-bincang.



Makan malam 

Märta banyak bercerita, cerita tentang sejarah sekitar Kiruna, cerita tentang kehidupannya sehari-hari, memperlihatkan foto-foto (ada foto berang-berang yang sangat langka bisa dilihat di sana dan berhasil dia abadikan dalam foto atau foto aurora yang sangat hijau di langit kabin keluarga Taube). Karena penasaran, aku bertanya apakah dia selalu hidup di tempat terpencil itu. Märta dan adiknya Ivan akan bergantian mengurus tur ini tergantung ada tidaknya atau sedikit banyaknya turis-turis yang ikut tur mereka, dibantu oleh sang bapak yang sudah mempercayakan semuanya kepada anak-anaknya. 

Apakah dia merasa bosan hidup seperti ini. Dia jawab dengan mantap. Tidak, dia tidak bosan, karena dia bisa melakukan semua hal yang dia suka di sana. Waktu mungkin akan terasa sangat lambat bagi manusia-manusia yang sudah terlalu lama tinggal di kota seperti aku. Tapi bagi Märta, waktu di sana merupakan kebebasan. Bebas melakukan apapun yang dia suka, bekerja menghasilkan uang melalui sesuatu yang dia cintai. 

Aku bertanya kembali, apa yang akan dia lakukan saat musim panas tiba. Dia bilang dia akan menghabiskan dua bulan penuh menjelajah China, menurutnya itulah enaknya bekerja di bidang seasonal job. Malam itu pun di tutup dengan menunggu aurora kembali, di atas sungai Torne, yang ternyata bukan keberuntungan bagi kami semua, karena langit malam itu sangatlah kelabu, abu-abu, tanpa setitik bintang.


Setelah sarapan pagi, kembali kami memiliki waktu bebas, kami bisa memilih kegiatan yang akan kami lakukan sampai saatnya pulang tiba, kami bisa mencoba memancing di atas es, mencoba cross country skiing atau apa saja yang kami ingin lakukan. Aku akhirnya memilih untuk mencoba memancing terlebih dahulu. Pertama kami harus mengebor permukaan es terlebih dahulu dengan mata bor manual dengan tangan, lalu menggunakan alat pancing sederhana kami memulai misi pemancingan ini di beberapa tempat. Tetapi karena setelah satu jam menunggu dan tidak ada hasilnya, akhirnya aku memutuskan untuk mencoba bermain seluncur dan cross country skiing di daerah sekitar sungai Torne. Setelah selesai, aku pun membantu mereka yang sedang membuat manusia salju.



Cross country skiing

Membuat lubang dengan mata bor untuk memancng

Menunggu

Snowman tahun ini

Tak terasa kami kembali dijemput dengan Snowmobile, yang artinya kegiatan saat ini tiba pada masa harus berhenti. Kembali ke kota, kembali keperadaban serba ada. 


Time to go home



Sebelum diantar ke pusat kota, aku memilih di antar ke Ice Hotel. Ice Hotel ini di buat dari air sungai Torne yang dibekukan, dan bila musim panas telah tiba, Ice Hotel ini akan mencair dan kembali ke sungai, maka dari itu mereka bilang pembuatan Ice Hotel ini ramah lingkungan, karena tanpa limbah (apa yang berasal dari alam, kembali ke alam) dan Ice Hotel ini terinspirasi dari festival es di Jepang. Ice Hotel terdiri dari beberapa bagian. Bagian utama berupa kamar hotel yang tentunya berfungsi seperti kamar hotel pada umumnya, sebuah bar yang bila ada yang memesan minuman akan disuguhkan dengan menggunakan gelas yang terbuat dari es, sebuah gereja yang juga biasa digunakan untuk menikahkan pasangan-pasangan dari berbagai belahan bumi, juga hotel ‚normal‘ untuk orang-orang yang lebih memilih untuk tinggal di kamar biasa.


 
Beberapa contoh kamar di Ice Hotel






Tiba-tiba cuaca memburuk, badai salju menemani perjalanan pulangku ke pusat kota. Menemani malam terakhirku di Kiruna. Semakin malam, angin bertiup semakin kencang, salju semakin turun dengan lebatnya. Setelah makan malam, aku berusaha keluar untuk berjalan mengejar aurora kembali, tapi sepertinya cuaca amat sangat tidak memungkinkan aku untuk terus berjalan, oleh karena itu, aku memutuskan untuk kembali ke Tommys House. Kembali berlindung di balik selimut, sambil sesekali melihat ke arah jendela, berharap badai salju mereda, sampai akhirnya aku tertidur dan pagi kembali menyapa.





---
   
Pagi terakhir di Kiruna kuhabiskan dengan pergi ke Sami museum, museum suku Sami yang di dalamnya terdapat sejarah, cerita, foto, barang-barang dan banyak lagi. Museum ini merangkap Sami Central Cultur. Kembali jalan-jalan menelusuri pusat kota, tidak lupa membeli oleh-oleh di supermarket terdekat. Tiba waktunya bus menuju bandara untuk berangkat. Setengah berlari aku mengejar bus yang sudah siap di haltenya. Ibu sopir bus mulai memanaskan mesin, menutup bagasi dan bus meluncur menuju bandara. Aku yang duduk di tepi jendela hanya bisa termenung, ternyata liburanku telah berakhir. Kembali ke rutinitas awal.


 


Kiruna Kyrka (Gereja)




Pesawat dari Kiruna menuju Stockholm tertunda beberapa jam, karena masalah teknis di Arlanda, berharap tidak akan tertinggal penerbangan selanjtnya, akhirnya pesawat lepas landas setelah sekitar satu jam tertunda. Sesaat sebelum landing , seorang pramugari meminta maaf sekali lagi atas keterlambatan yang telah terjadi , menjelaskan beberapa hal teknis dan mengakhiri dengan bersenandung lagu cinta yang aku lupa judulnya menggunakan intercom. Suaranya yang jazzy menemani landing sore itu, dan ditutup dengan gemuruh tepuk tangan serta suara tawa renyah dari para penumpang sebagai apresiasi terhadap pilot yang telah berhasil mengantar mereka dengan selamat dan juga pramugari yang melayani mereka di udara tadi.




Berlari kembali aku mengejar pesawat selanjutnya. Ditemani semburat senja di langit Eropa, aku kembali pulang, membawa kenangan dan berharap bisa membawa pengaruh positif untuk kembali ke rutinitasku yang biasanya. Kembali ke rumah.




---

Dalam perjalanan ini , ternyata aku menjadi manusia penuh rasa iri. Iri hati ini rasanya begitu mendengar, melihat dan membayangkan cerita manusia-manusia penuh idelisme. Bukan sekedar idealisme tanpa usaha. Tetapi idealism yang disusun sedemikian rupa hingga menjadi satu kesatuan hidup bagi mereka.

Menurut mereka, hidup hanya sekali, maka lakukanlah apa yang kamu suka sebagai pekerjaanmu, sebagai mata pencaharianmu. Dengan begitu, kamu tidak akan pernah menyesal dengan semua pilihanmu, kamu akan hidup bahagia meski materi datang dan pergi. Kamu akan bisa merasakan hidup yang sebenarnya meskipun orang lain menatapmu sebelah mata.

Aku iri dengan mereka, karena mereka tahu apa yang mereka inginkan, apa yang membuat mereka bahagia, apa yang harus mereka lakukan untuk kebahagiaan tersebut. Mereka tidak sepenuhnya terjerat uang atau materi. Tetapi mereka mereka menggunakan materi tersebut sebagaimana mestinya. Biarkan materi itu di dapat dan dihabiskan.. Lakukan yang kamu mau mulai saat ini juga. Pendidikan formal (mungkin) memang penting. Tapi bukankah melakukan apa yang kita pelajari dan apa yang kita sukai akan lebih baik bagi diri kita?

---

a journey of a thousand miles begins with a single step”

~philosopher Laozi~


---

Salam Jamadagni!

Dwi Anggraini

NRP JMD 197313 / Ekalawya

Search This Blog