Sunday, October 25, 2015

waktu berlari

Mereka bilang aku harus berlari, karena pada dasarnya manusia itu selalu berjalan. 
Mereka bilang bila aku tidak berlari, maka aku akan tertinggal. 
Tertinggal dari apa tanyaku? 
Tertinggal dari segala semuanya yang terlalu cepat berlalu. 
Ya, saat ini semuanya terlalu cepat berlalu. 
Terutama waktu. 
Padahal waktu tak pernah lari menggebu. 
Tapi mengapa aku merasa waktu meninggalkanku di masa lalu? 


Sunday, August 2, 2015

The One

Find a man who can share hobby with you, either hobby of yours or his. After looked at the couples at my wild water kayak training last week. I really thought about it. I think, it is really good to have someone you love on your side to share with what you like to do. He can be your partner, you can be his student or his teacher. Even when thing going worse, you can see it as things to learn about your partner. You can laugh, learn, have fun or even feel angry to each other. But still, it will be another memory to remember. 


copyright of  @Sebastian


Jealous? Of course! Kekekeke :) I don't have (yet) a partner (in crime) who can share our hobbies. A man who can lead me to another adventurous life that I never know before, bring me to some new places, teach me about something new to learn, etc....

So will I find one? imageimageimageimageimage

Saturday, August 1, 2015

Kaze Hikaru



The wind has no color or shape.
You only know of its existence by looking at a swaying 
blades of grass.
Without grass even the wind would lose sight of itself.
So you have to sway more and...
Show the wind that,

"This is your home."



Monday, July 27, 2015

Perpisahan Seorang Teman

Semua berjalan begitu cepat. Bahkan waktu yang melaju dengan stagnan, terasa begitu menggesa. Sengaja aku kerjakan semuanya di akhir waktu. Karena bagiku semuanya tak lebih dari isapan jempol. Tapi saat kenyataan datang padaku, memporakporandakan semua imajinasiku. Aku kembali ke alam sadarku. Aku harus bergerak. Sekarang, demi temanku. Demi kenangan dan memori yang pernah ada pada kami. Aku dia dan yang lain.

Semua selalu kembali ke asal. Yang tadinya ada menjadi tiada, yang tadinya dekat menjadi jauh, yang tadinya terasa biasa menjadi luar biasa. Begitu pun sebaliknya. Jadi, apalah yang harus dilakukan selain merelakan semua?

Memang tak ada air mata yang menetes saat kugoreskan kata. Mengapa? Karena aku tergesa-gesa. Membuat raga, hati dan pikiranku sibuk, agar bisa kutuntaskan semua.

Meskipun selalu pada akhirnya hanya ada penyesalan akan ketidakpuasan yang telah kulakukan, tapi setidaknya aku tak perlu ikut larut dalam pikiranku yang menjadi liar. Mencari kebohongan dalam kenyataan. Yang pada akhirnya kembali lagi pada hukumNya. Perpisahan tak pernah jauh dari pertemuan. Begitupula sebaliknya.

Insyaallah kita akan dipertemukan kembali. Dimanapun itu.

Thursday, July 23, 2015

About you

Rasa-rasanya ingin aku tertawa geli. Berharap seseorang berubah setelah sekian lama tidak berbicara dan menghadapi kenyataan bahwa seorang dia ternyata tidak berubah, sama sekali. Mungkin ternyata atau pada kenyataannya sifat seorang manusia memang susah berubah. Meskipun waktu terus berjalan, menggerus sedikit demi sedikit umur yang entah kapan akan habis masanya.

Entah mengapa, setiap kali berbincang dengannya, yang kurasakan adalah keputusasaan akan kehidupan. Perasaan tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Perasaan iri saat melihat kehidupan orang lain, atas pekerjaannya , atas materi yang dimilikinya, dan lain sebagainya.

Jikalau dia dan aku adalah teman. Maka seharusnya aku merasakan bagaimana perasaan yang selalu kurasakan dengan teman-temanku yang lain saat berbicara. Mereka membuatku merasa, bahwa apapun itu, mereka ada untukku, meskipun jarang berbicara satu sama lain, setidaknya aku merasa aku diperhatikan, kabarku mereka benar-benar ingin tahu, mereka bercerita apapun, sepersekian detik mungkin waktu yang kami habiskan, tapi tak pernah sepersekian milli detik aku merasa bahwa mereka hanya menggunakan aku sebagai alat.

Lain bila aku berbicara dengan dia. Pada akhirnya, aku selalu merasa, bahwa aku adalah sebuah alat, yang mungkin akan dia pakai, suatu saat nanti, untuk memenuhi apa yang menurutnya akan membuat dia bahagia.

Teman yang baik adalah teman yang begitu kau gunakan dia sebagai alat. Dia tidak pernah merasa kau gunakan sebagai alat. Karena dia ikhlas. Karena ternyata salah satu fungsi teman adalah saling mendukung satu sama lain, saling menggunakan satu sama lain, dan saling-saling lainnya. Tanpa merasa tebebani. Tanpa merasa pamrih. Itulah kamu saat bertemu dengan temanmu yang sebenar-benarnya.

Mungkin bukan maksudnya berbuat seperti itu kepadaku. Atau mungkin hanya aku yang ternyata terlalu sensitif atas hal-hal seperti itu. Tapi, rasa-rasanya selalu materi yang dia tanyakan padaku, bertanya kabar hanya untuk sekedar kalimat pembuka, basa-basi.

Sayangnya aku tak pernah bisa berbicara lepas dengannya. Entah mengapa. Ingin rasanya aku mengingatkan jika dia tidak bisa mengubah situasi, maka ubahlah dulu sikap dan perilaku diri kita sendiri. Money won't make you happy, even when you think that your happiness is to have a lot of money. People like us, indeed need money. But you don't need to be a millionaire to have a happy life. Work hard, play harder. Why not?  Don't (always) compare what another people has with what you have. Because everybody have their own road. Be ambitious but not be a greedy guy! Of course never think that you are more miserable than other people. Because there is always more miserable people than you in reality.


Do not speak about your money in front of a poor person.
Do not speak about your health in front of a sick person.
Do not speak about your power in front of a weak person.
Do not speak about your happiness in front of a sad person.
Do not speak about your freedom in front of a prisoner.
Do not speak about your children in front of an infertile person.
Do not speak about your father in front of an orphan.
"Because their wounds cannot bear more."
I hope you can grow up to be a  better and wiser man not be just an old man.  :)



* Tapi mungkin semua itu kembali kepadaku. Sebelum ku mengkritik dia, ada baiknya bila aku mengkritik diriku sendiri....

Saturday, July 18, 2015

Hari Raya Idul Fitri 1436H



Mungkin memang salah apabila kita hanya saling meminta maaf dan memaafkan satu sama lain di waktu ini Idul Fitri saja. Tapi bukankah tak akan pernah salah, bila kita memang berniat di hari yang besar ini, untuk memohon agar amalan kita selama ini bisa Allah SWT terima dan mengugurkan dosa-dosa yang terus menumpuk baik yang disadari oleh tidak disadari oleh kita, atau sekedar pengingat dosa-dosa atau kesalahan-kesalahan yang telah kita perbuat satu sama lain sebagai manusia yang tidak sempurna, yang amal ibadahnya masih naik turun? Juga saatnya memaafkan sesama, meski kadang rasa tinggi hati yang menutup pintu maaf di hati manusia.



TAQABALLAHU MINNA WA MINKUM, 

SYIYAMANA WA SYIYAMAKUM.

MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN.



-Dui-



Friday, July 3, 2015

Dui and Her Trip to Kiruna Part III

---

Outdoor Activities

Keesokan pagi, aku kembali bersiap-siap untuk mengikuti tur yang lain, kali ini tur untuk mencoba berkegiatan di alam bebas Kiruna. Tur ini dikelola oleh satu keluarga, seorang bapak dan kedua anaknya, seorang  laki-laki dan seorang perempuan. Mereka memiliki sebuah area yang mereka bangun untuk keperluan tur ini. Kami mencapai area ini menggunakan mobil dari kota sampai gudang tempat kami mengganti celana dan sepatu salju yang mereka persiapkan, lalu dilanjutkan menggunakan snowmobile. 

Mereka menawarkan untuk mengendarai snowmobile ini secara bergantian. Penggunaannya seperti mengendarai motor matic, tetapi kadang membutuhkan tenaga untuk menyetir arah kemudinya. Penumpang yang lain bisa duduk bersila di kereta yang tersambung dengan snowmobile ini. Matahari menemani perjalanan ini, bersama butiran salju dan deru mesin. Akhirnya kami sampai ke area yang di tuju.


Tempat kami bermalam sangat dekat dengan sungai Torne. Air dari sungai Torne adalah salah satu dari tiga sungai yang terbersih di Eropa karena sama sekali tidak digunakan untuk industri, sehingga air dari sungai Torne ini aman untuk diminum langsung. Pemandangan dari sungai Torne ini sangatlah menawan. Dikelilingi hutan pinus dan salju yang menumpuk. Gemericik bunyi air begitu membuai, mengingatkanku akan Indonesia. Ketika sungai di dekat rumahku dulu masih sangat bening. Cukup melihat sekeliling, udara yang sangat segar, aku kembali bersyukur, masih bisa diberi kesempatan untuk merasakan semua ini.

Area ini terbagi menjadi beberapa kabin kecil terbuat dari kayu. Satu kabin tradisional suku Sami(suku asli Kiruna yang kemungkinan sudah ada sejak jaman prasejarah), beberapa kabin kayu modern dengen pemanas kayu bakar, satu lumbung kayu, satu kabin utama merangkap dapur dan tempat tinggal keluarga Taube, satu sauna, satu kabin untuk barbekyu dan satu kamar mandi tanpa air mengalir. Semuanya tertutup salju tebal.

Dapur dan tempat tinggal keluarga Taube

Salah satu kabin / kamar tidur yang di buat seperti rumah suku Sami.
Märta sang anak perempuan memperkenalkan dirinya. Berambut pirang dan bertubuh kecil tetapi sangat sigap dalam melakukan apapun. Kegiatan hari itu dimulai dengan makan siang yang sudah dimasak oleh Märta, dia memasak sup sayur daging Moose (yang katanya masih tersisa 3kg dari bulan November tahun lalu, bisa dibayangkan seberapa besar Moose muda yang akan berakhir di panci keluarga Taube) dan orak arik kentang sayur untuk yang tidak memakan daging. Kemudian dilanjutkan dengan memotong kayu untuk bahan bakar perapian di kabin dan sauna. Setelah itu, kami diajarkan menggunakan senapan angin berikut tips-tipsnya, dan memperingatkan kami untuk berhati-hati dalam menggunakan senapan angin tersebut, terutama jangan membidik ke arah mahluk hidup, baik itu manusia maupun hewan termasuk burung. Märta bilang, „Birds are our family “. Bila kami bosan, dengan keduanya, saat ini adalah waktu bebas untuk kami, sampai nanti saatnya makan malam tiba.


Märta dan senapan angin

Memotong kayu untuk bahan bakar pemanas ruangan

Karena tidak terlalu tertarik dengan dunia tembak menembak, akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti sekelompok orang asal Copenhagen dan dua mahasiswi asal China untuk berkeliling mengitari hutan pinus. Dengan lika liku dan tenggelamnya kaki di tumpukan salju yang tidak padat, akhirnya aku melihat tepi sungai Torne, kami pun menyusuri, berjalan berderet rapi, memastikan tetap berjalan di jalur snowmobile yang telah dibuat oleh penduduk sekitar. Karena akan sangat berbahaya bisa kami tidak berjalan pada jalur yang telah dipadatkan, karena kami ternyata berjalan di atas sungai Torne yang membeku, jadi air yang mengalir tersebut adalah bagian tengah dari sungai Torne.


Sungai Torne

Meskipun angin berhembus lumayan kencang, jalan-jalan singkat ini sangat menyenangkan, ditemani matahari sore, kami berbincang banyak sambil berjalan, bertanya tentang asal masing-masing dan banyak hal lainnya, kemudian kami berusaha membuat manusia salju yang gagal total karena salju hari itu tidak basah, sehingga sulit untuk di bentuk. Sebelum senja datang, kami pun diminta untuk mengambil air berember-ember untuk keperluan kami sampai besok pagi, lumayan untuk olahraga otot tangan dan kaki. 

Setelah itu Märta membuatkan kami pure kentang, sup kacang dan menyediakan sosis khas Swedia yang berasal dari daging Kerbau untuk kami panggang di acara barbekyu malam itu. Sambil menunggu sauna yang sedang dipanaskan. Kami pun kembali berbincang-bincang.



Makan malam 

Märta banyak bercerita, cerita tentang sejarah sekitar Kiruna, cerita tentang kehidupannya sehari-hari, memperlihatkan foto-foto (ada foto berang-berang yang sangat langka bisa dilihat di sana dan berhasil dia abadikan dalam foto atau foto aurora yang sangat hijau di langit kabin keluarga Taube). Karena penasaran, aku bertanya apakah dia selalu hidup di tempat terpencil itu. Märta dan adiknya Ivan akan bergantian mengurus tur ini tergantung ada tidaknya atau sedikit banyaknya turis-turis yang ikut tur mereka, dibantu oleh sang bapak yang sudah mempercayakan semuanya kepada anak-anaknya. 

Apakah dia merasa bosan hidup seperti ini. Dia jawab dengan mantap. Tidak, dia tidak bosan, karena dia bisa melakukan semua hal yang dia suka di sana. Waktu mungkin akan terasa sangat lambat bagi manusia-manusia yang sudah terlalu lama tinggal di kota seperti aku. Tapi bagi Märta, waktu di sana merupakan kebebasan. Bebas melakukan apapun yang dia suka, bekerja menghasilkan uang melalui sesuatu yang dia cintai. 

Aku bertanya kembali, apa yang akan dia lakukan saat musim panas tiba. Dia bilang dia akan menghabiskan dua bulan penuh menjelajah China, menurutnya itulah enaknya bekerja di bidang seasonal job. Malam itu pun di tutup dengan menunggu aurora kembali, di atas sungai Torne, yang ternyata bukan keberuntungan bagi kami semua, karena langit malam itu sangatlah kelabu, abu-abu, tanpa setitik bintang.


Setelah sarapan pagi, kembali kami memiliki waktu bebas, kami bisa memilih kegiatan yang akan kami lakukan sampai saatnya pulang tiba, kami bisa mencoba memancing di atas es, mencoba cross country skiing atau apa saja yang kami ingin lakukan. Aku akhirnya memilih untuk mencoba memancing terlebih dahulu. Pertama kami harus mengebor permukaan es terlebih dahulu dengan mata bor manual dengan tangan, lalu menggunakan alat pancing sederhana kami memulai misi pemancingan ini di beberapa tempat. Tetapi karena setelah satu jam menunggu dan tidak ada hasilnya, akhirnya aku memutuskan untuk mencoba bermain seluncur dan cross country skiing di daerah sekitar sungai Torne. Setelah selesai, aku pun membantu mereka yang sedang membuat manusia salju.



Cross country skiing

Membuat lubang dengan mata bor untuk memancng

Menunggu

Snowman tahun ini

Tak terasa kami kembali dijemput dengan Snowmobile, yang artinya kegiatan saat ini tiba pada masa harus berhenti. Kembali ke kota, kembali keperadaban serba ada. 


Time to go home



Sebelum diantar ke pusat kota, aku memilih di antar ke Ice Hotel. Ice Hotel ini di buat dari air sungai Torne yang dibekukan, dan bila musim panas telah tiba, Ice Hotel ini akan mencair dan kembali ke sungai, maka dari itu mereka bilang pembuatan Ice Hotel ini ramah lingkungan, karena tanpa limbah (apa yang berasal dari alam, kembali ke alam) dan Ice Hotel ini terinspirasi dari festival es di Jepang. Ice Hotel terdiri dari beberapa bagian. Bagian utama berupa kamar hotel yang tentunya berfungsi seperti kamar hotel pada umumnya, sebuah bar yang bila ada yang memesan minuman akan disuguhkan dengan menggunakan gelas yang terbuat dari es, sebuah gereja yang juga biasa digunakan untuk menikahkan pasangan-pasangan dari berbagai belahan bumi, juga hotel ‚normal‘ untuk orang-orang yang lebih memilih untuk tinggal di kamar biasa.


 
Beberapa contoh kamar di Ice Hotel






Tiba-tiba cuaca memburuk, badai salju menemani perjalanan pulangku ke pusat kota. Menemani malam terakhirku di Kiruna. Semakin malam, angin bertiup semakin kencang, salju semakin turun dengan lebatnya. Setelah makan malam, aku berusaha keluar untuk berjalan mengejar aurora kembali, tapi sepertinya cuaca amat sangat tidak memungkinkan aku untuk terus berjalan, oleh karena itu, aku memutuskan untuk kembali ke Tommys House. Kembali berlindung di balik selimut, sambil sesekali melihat ke arah jendela, berharap badai salju mereda, sampai akhirnya aku tertidur dan pagi kembali menyapa.





---
   
Pagi terakhir di Kiruna kuhabiskan dengan pergi ke Sami museum, museum suku Sami yang di dalamnya terdapat sejarah, cerita, foto, barang-barang dan banyak lagi. Museum ini merangkap Sami Central Cultur. Kembali jalan-jalan menelusuri pusat kota, tidak lupa membeli oleh-oleh di supermarket terdekat. Tiba waktunya bus menuju bandara untuk berangkat. Setengah berlari aku mengejar bus yang sudah siap di haltenya. Ibu sopir bus mulai memanaskan mesin, menutup bagasi dan bus meluncur menuju bandara. Aku yang duduk di tepi jendela hanya bisa termenung, ternyata liburanku telah berakhir. Kembali ke rutinitas awal.


 


Kiruna Kyrka (Gereja)




Pesawat dari Kiruna menuju Stockholm tertunda beberapa jam, karena masalah teknis di Arlanda, berharap tidak akan tertinggal penerbangan selanjtnya, akhirnya pesawat lepas landas setelah sekitar satu jam tertunda. Sesaat sebelum landing , seorang pramugari meminta maaf sekali lagi atas keterlambatan yang telah terjadi , menjelaskan beberapa hal teknis dan mengakhiri dengan bersenandung lagu cinta yang aku lupa judulnya menggunakan intercom. Suaranya yang jazzy menemani landing sore itu, dan ditutup dengan gemuruh tepuk tangan serta suara tawa renyah dari para penumpang sebagai apresiasi terhadap pilot yang telah berhasil mengantar mereka dengan selamat dan juga pramugari yang melayani mereka di udara tadi.




Berlari kembali aku mengejar pesawat selanjutnya. Ditemani semburat senja di langit Eropa, aku kembali pulang, membawa kenangan dan berharap bisa membawa pengaruh positif untuk kembali ke rutinitasku yang biasanya. Kembali ke rumah.




---

Dalam perjalanan ini , ternyata aku menjadi manusia penuh rasa iri. Iri hati ini rasanya begitu mendengar, melihat dan membayangkan cerita manusia-manusia penuh idelisme. Bukan sekedar idealisme tanpa usaha. Tetapi idealism yang disusun sedemikian rupa hingga menjadi satu kesatuan hidup bagi mereka.

Menurut mereka, hidup hanya sekali, maka lakukanlah apa yang kamu suka sebagai pekerjaanmu, sebagai mata pencaharianmu. Dengan begitu, kamu tidak akan pernah menyesal dengan semua pilihanmu, kamu akan hidup bahagia meski materi datang dan pergi. Kamu akan bisa merasakan hidup yang sebenarnya meskipun orang lain menatapmu sebelah mata.

Aku iri dengan mereka, karena mereka tahu apa yang mereka inginkan, apa yang membuat mereka bahagia, apa yang harus mereka lakukan untuk kebahagiaan tersebut. Mereka tidak sepenuhnya terjerat uang atau materi. Tetapi mereka mereka menggunakan materi tersebut sebagaimana mestinya. Biarkan materi itu di dapat dan dihabiskan.. Lakukan yang kamu mau mulai saat ini juga. Pendidikan formal (mungkin) memang penting. Tapi bukankah melakukan apa yang kita pelajari dan apa yang kita sukai akan lebih baik bagi diri kita?

---

a journey of a thousand miles begins with a single step”

~philosopher Laozi~


---

Salam Jamadagni!

Dwi Anggraini

NRP JMD 197313 / Ekalawya

Sunday, June 28, 2015

Dui and Her Trip to Kiruna Part II

---

Kiruna

Perjalanan Stokholm – Kiruna memakan waktu sekitar 1,5 jam dengan pesawat. Langit biru digantikan dengan badai salju. Menyambut sambil turun dari pesawat dan membuatku menarik resleting jaket musim dingin yang kupakai sampai ke leher. Bandara di Kiruna sangatlah kecil jika dibandingkan dengan Arlanda. Terdapat dua maskapai penerbangan yang bisa digunakan untuk mencapai Kiruna dari kota atau negara terdekat, yang bergantian setiap jamnya untuk terbang kembali ke tempat tujuan masing-masing.


Kiruna City dapat ditempuh dengan bus bandara yang jam berangkatnya disesuaikan dengan jadwal penerbangan yang ada, maka bila ada keterlambatan, tidak perlu khawatir, karena bus ini akan menunggu penumpangnya yang baru saja turun dari pesawat. Atau dengan taksi, meskipun taksi di sini harus di pesan terlebih dahulu dan menyocokan harga serta waktu.

Hostel yang telah aku pesan memang berada di tengah kota, hanya sekitar 10 menit berjalan kaki dari Kiruna Tourist Information Center. Nama hostelnya adalah Tommys House. Sebuah rumah 3 tingkat bercat dinding merah tua, warna merah tua memang warna khas dari rumah-rumah kayu di Skandinavia. Kamarku terletak di basement. Tentunya ruang bawah tanah yang layak huni, kamarnya kecil tapi nyaman, dengan jendela kecil di ujung kamar serta kamar mandi yang merangkap sauna pribadi pemilik  Tommys Hostel.   

 



 


Tidak lama setelah aku merapikan barang-barang di kamar, aku pun berkeliling ke tengah kota, mencari dimana supermarket terdekat, atau sekedar melihat-lihat bangunan-bangunan di pusat kota. Jalanan bersalju menghambatku berjalan cepat dan harus berhati-hati agar tidak terpeleset. Setelah beberapa jam mengelilingi kota, aku pun kembali ke Tommys House untuk beristirahat.

Alarmku berbunyi, saatnya untuk bersiap-siap. Malam ini aku akan mengejar aurora bersama sebuah tur yang menyediakan transportasi dan seorang pemandu. Karena tujuannya memang mengejar aurora, jadi aku putuskan menggunakan tur, dengan harapan akan lebih terbuka kesempatan melihat aurora. Sebelum itu, aku memastikan untuk makan malam terlebih dahulu, mie seduh dan nasi instant yang kubawa dari rumah menemaniku sendirian di dapur pada malam itu. Kulihat cuaca di luar dari jendela dapur, hitam pekat dan sedikit bersalju. Aku mulai khawatir, akankah hari ini aku bisa melihat aurora?

Perlengkapan tempurku sudah siap semua, baju rangkap tiga, syal , kupluk, tidak lupa kamera, tripod , dll yang telah rapi masuk ke dalam daypack. Aku siap untuk pergi, apapun hasilnya nanti. Maka aku pun memulai kembali malam ini.


---


Aurora

Stefan namanya, lelaki kurus yang bilang, „I was German“, dengan penekanan kata was sambil tersenyum melihatku, mungkin karena dia tahu aku berasal dari Berlin. Dia mengenal Kiruna pada awal tahun 90-an dan akhirnya memutuskan menetap di Kiruna dan meninggalkan Jerman pada awal tahun 2000.

„It was love at the first sight“, mengawali karier nya di dunia seluncur anjing (dog sleeding) selama enam bulan  setelah melewati hari-hari neraka kerja penuh lembur di dunia keinsinyuran Jerman. Demi enam bulan liburan yang dia pakai hanya untuk menjinakan anjing-anjing husky. Dia berkata, “Tahu enggak? Setelah enam bulan berkutat dengan anjing-anjing itu, otak saya tiba-tiba mati, enggak bisa digunakan untuk berpikir seperti sedia kala. Jadi, saat saya kembali ke kantor setelah enam bulan, kembali mengalami kerja lembur dan sebagainya. Saya mulai mempertanyakan diri saya sendiri. Apakah saya akan melakukan pekerjaan ini sampai akhir hidup saya nanti? Pekerjaan yang akhirnya saya sadari bukan sesuatu yang saya cintai, karena saya hanya mengejar materi. Akhirnya setelah satu bulan saya kembali bekerja, saya memutuskan untuk mengundurkan diri, dan kembali ke Kiruna. My love and my passions. pada akhirnya setelah melewati liku-liku jatuh bangun, akhirnya saya memutuskan untuk pindah untuk seterusnya ke Kiruna.  And here I am, with all of you, with this seasonal job of mine”

Ternyata di dalam mobil sudah ada dua orang yang ternyata pasangan suami istri dan secara kebetulan sang suami adalah pria Indonesia asal Medan dan sang istri adalah wanita Malaysia. Setelah berkenalan singkat, kami pun menjemput satu orang terakhir untuk tim malam ini, perempuan Hongkong yang sedang menyelesaikan kuliahnya di Belanda. Mereka adalah orang-orang yang sangat ramah, antusias, dan menyenangkan. Banyak cerita yang mereka ceritakan, terutama pemandu kami malam itu, Stefan.

Ditemani kopi, teh, dan kue-kue ringan lainnya, mobil yang kami tumpangi menembus gelapnya malam Kiruna, menjauh dari gemerlapnya lampu kota. Malam itu angin berhembus kencang dan langit berawan. Sampai tiba satu waktu bintang-bintang mulai terlihat di balik awan. Bintang termasuk salah satu pertanda bahwa aurora akan bisa terlihat. Kami pun mulai memincingkan mata, menengok ke kiri dan ke kanan jalan. Sampai satu waktu Stefan menunjuk ke arah kanan jalan, aurora! Dengan sangat ajaibnya terlihat oleh mata ini semburat hijau yang tidak begitu kuat dan akhirnya dia  memutuskan untuk mencari tempat parkir yang aman.










Aurora? Sebuah keberuntungan mungkin? Karena kadang dia ada, menunggu di langit malam, tetapi bila awan berkumpul, maka aku tak akan bisa melihatnya, dia tak akan memunculkan keajaibannya dimataku. Aurora diawali dengan kabut putih, bergerak perlahan yang lama-lama merambat menjadi berwarna hijau,semakin lama semakin terlihat jelas, bergerak terus menerus, menari-nari, menjalar ke segala arah, muncul dari berbagai macam arah, membuatku hanya bisa terkesima, membuatku besyukur mendapatkan kesempatan seperti ini, membuatku lupa diri, membuatku mengingat mimpi-mimpi, ah andai keadaan ini bisa bertahan lama, karena setelah beberapa menit menari-nari di atas langit malam itu, aurora menghilang begitu saja, di telan awan. 






Ya, hanya keberuntungan semata. Bahkan Stefan pun tidak selalu melihat aurora di setiap tur yang dia bawa. Dia bilang bahwa melihat aurora selalu menjadi momen yang paling ajaib di hidup dia. Meskipun dia sudah melihat aurora berkali-kali, saat aurora muncul, perasaan itu selalu muncul kembali, perasaan yang sama ketika melihat aurora untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Bahkan untuk aku sendiri, saat aku melihat aurora yang tidak seperti di foto-foto itu, aku merasa sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Meskipun pada akhirnya foto-foto yang kubuat tidak terlalu bagus, tapi aku sangat puas. Aku puas dengan malam ini, tiga kali kami melihat aurora, dengan intensitas yang berbeda dengan latar belakang yang berbeda pula. 

Akhirnya kami pun memutuskan untuk kembali ke Kiruna City, karena saat kami sampai di Abisko yang terkenal karena langitnya yang cerah dan terdapat menara observasi aurora, kami tidak melihat tanda-tanda aurora akan keluar meskipun langit yang hitam pekat itu bertabur bintang tanpa awan. Malam itu akan tersimpan rapat menjadi kenangan. Memori ini akan aku simpan dan akan terus bersamaku, selamanya. Tujuanku sudah terlaksana, impian masa kecil telah menjadi kenyataan. Apalagi yang  bisa kuharapkan? Nothing more! J Aku  pun tertidur malam itu tanpa bermimpi.




---

Dui and Her Trip to Kiruna Part I

P.S. Tulisan ini sebenarnya aku buat atas permintaan seorang teman untuk (mungkin dan akan) dimasukan ke website PPA Jamadagni yang rencananya akan lauching pada bulan April yang lalu. Tapi mungkin tulisan ini tidak akan terpampang di sana. Atau mungkin nanti akan terpampang di sana. Apapun itu, akhirnya aku memutuskan untuk bercerita kepada kalian, siapapun itu....

---

Berawal dari menonton film seri dokumenter atau film animasi tentang fenomena alam aurora, tanpa aku sadari melihat aurora telah menjadi salah satu impianku, mungkin hanya sekedar angan-angan belaka saat itu, bermimpi tanpa memikirkan bagaimana cara mencapainya. Tapi aku memutuskan  untuk mewujudkan impianku tersebut sejak dua tahun yang lalu. Meskipun akhirnya kandas karena satu dan lain hal.

Banyak orang bilang, aurora yang merupakan fenomena alam adalah sesuatu yang tak pernah pasti, selain faktor alam yang mendukung, pun dibutuhkan keberuntungan yang (sangat) baik. Dengan berharap aku memiliki sedikit keberuntungan itu, akhirnya aku mulai merencanakan perjalanan ini. Perjalanan mengejar aurora.

Ternyata banyak yang harus kulakukan dalam 20 hari termasuk membuat rencana perjalanan yang  dimulai dari mencari tiket pesawat murah dan akomodasi tempat tinggal yang murah tapi tetap berkualitas, mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan, kegiatan-kegiatan yang akan aku lakukan nanti dan rencana-rencana lainnya. Rencana perjalanan ini sangat membantuku untuk memungkinkan semuanya stay to the line , baik untuk keuangan sampai perkiraan waktu kegiatan secara garis besar.

Siap. Semua telah selesai dipersiapkan dan inilah aku, seorang solo traveller yang akan memulai perjalanannya ke negara Scandinavia – Swedia.

---

Stockholm

Kugendong ransel menuju bandara sambil berdoa untuk segalanya dan semua berjalan lancar, mulus, tanpa hambatan sedikit pun. Hanya 1,5 jam perjalanan dan aku pun sampai di Stockholm, Swedia. Segera kumencari bagian Informasi untuk menolongku membeli tiket perjalananku ke Stockholm City. Ya, aku akan menghabiskan sisa setengah hari di sana sebelum aku kembali dan bermalam di bandara nantinya.

Stockholm dan hutan pinus dari kejauhan

Setelah   kudapatkan semua informasi yang dibutuhkan dan tiket. Segera aku menaruh daypack­  yang terlalu berat untuk kubawa bekeliling kota di loker yang telah tersedia dan dilanjutkan dengan mengejar bus yang akan membawaku ke pusat kota. Melewati hutan pinus, jalanan kerikil dan pasir, aku pun berganti kendaraan dengan commuter train. Sekitar 45 menit kemudian aku pun sampai di Stockholm City.

 








Stockholm, pusat negara Swedia, sebuah kota cantik dengan arsitektur khas Eropa yang rapih dan menawan. Dikelilingi laut dan pelabuhan.  Meskipun cuaca mendung, berawan dan berangin kencang, tidak menyurutkan kecantikan kota ini secara keseluruhan.



 





Dikarenakan aku sampai sore hari di Stockholm City, yang artinya sudah tidak ada kesempatan lagi untuk melihat museum yang rata-rata sudah akan tutup, akhirnya kuputuskan saja umtuk mengelilingi kota ini, di dingin senja. Berjalan melangkah memasuki gang-gang, memperhatikan banyak manusia berlalu lalang, lalu mencari makan malam karena perut yang sudah keroncongan dan akhirnya menyusuri tepi pelabuhan bersama gemerlap lampu malam. Meskipun malam sudah semakin larut banyak orang yang masih berlalu lalang di stasiun subway , termasuk aku. Sebelum kembali ke bandara, aku berniat menghabiskan waktu dengan naik subway sampai stasiun terakhir, yang berujung pada petaka, yaitu masuk ke hangar kereta yang gelap gulita karena keterbatasan bahasa (masinis subway memberitahukan bahwa ada perubahan jalur,  jadi subway ini tidak akan melanjutkan sampai stasiun terakhir dan dimohon semua penumpang agar keluar dan mengganti kereta di jalur yang lain). Meskipun tidak sendiri dan akhirnya di antar kembali ke stasiun sebelumnya, khusus cuma untuk kami berdua, turis asing yang kurang konsentrasi dalam berkendaraan J.



Stockholm di malam hari



Setelah puas menikmati malam di Stockholm, akhirnya aku memutuskan kembali ke bandara untuk istirahat. Dikarenakan keadaan keuangan yang sebisanya harus di hemat, aku memang merencanakan untuk menginap di Arlanda Airport. Banyak komentar positif yang menyatakan bahwa Arlanda layak untuk diinapi, terutama untuk orang-orang yang tidak membutuhkan kasur untuk tidur, buka 24 jam dengan keamanan yang selalu berkeliling setiap jamnya. Ternyata aku tidak sendiri, ada sekitar enam orang lain yang tidur di sofa-sofa yang bergelimpangan disekitarku. Perjalananku hari ini berakhir, di tutup dengan tidur lelap ditemani dengkuran manusia-manusia kecapekan disekelilingku.



I slept here

 


Ada satu hal yang menarik yang menarik dari Arlanda Airport. Ada sebuah kotak dengan latar belakang hitam bertabur bintang-bintang, dan di tengah kotak kaca tersebut ada sebuah gambar bumi dengan tulisan sebagai berikut:



„Now the earth was formless and empty, darkness was over the surface of the deep, and the Spirit of God was hovering over the waters.”
Första Mosebok 1:2
Genesis 1:2
Arlanda Chapel is a secluded, quite place for rest, meditation or prayer. A place where you are welcome regardless of faith or religion. Here you can find a much needed break from airport noise. In our bookshelf are scriptures from the major world religion and Muslim prayer mats for lending.
-Svenska Kyrkan-
Mungkin itulah salah satu bentuk pemerintah Swedia untuk menghargai sebuah kebebasan. Entahlah.

---

Search This Blog