Tuesday, February 16, 2016

hatiku

Apakah kamu tahu bagaimana sulitnya menutup telinga ketika hati ingin mendengar? Aku tahu dan itu membuatku tak lagi menjadi diriku. Kututup telingaku rapat-rapat. Kupikirkan segala macam alasan untuk menangkal apapun yang masuk ke telingaku. Kukosongkan otakku agar tak ada yang bisa masuk dan tak ada yang bisa keluar. Kupejamkan mataku, berharap kegelapan akan menolongku dari rasa itu. Kubernyanyi dalam diam sehingga aku hanya akan menggumam lirik selanjutnya.

Tapi semuanya luluh lantak. Saat hatiku memberontak untuk mendengar apa yang dia ingin dengar, mencaci otakku yang dipenuhi kebisingan, menenangkan jantungku agar dia berdetak lebih tenang, memaksaku membuka mata untuk melihat realita, berteriak agar ragaku diam dan tidak mengacaukan segalanya.

Kupikir hatiku telah membeku. Karena aku menyuruh otakku untuk membuatnya tak lagi berfungsi, membuatku menjadi orang yang tak berperasaan, tak lagi memikirkan sekitarnya ataupun diriku sendiri. Ternyata, hatiku bukan membeku, dia hanya ingin di ketuk dengan kekerasaan dengan keakuratan millimeter. Yang membuatnya kembali berpacu. Menghancurkan dinding pertahanan yang sudah kubuat sedemikian rupa. Mungkin hanya ada retakan padanya. Tapi aku tak tahu, sampai kapan dia akan bertahan.

Tak pernah tahu. Sakit kepalaku tak pernah sebanding dengan perasaan tak jelas ini. Sehingga satu-satunya jalan hanya mematikan fungsi tubuhku secara sementara. Sehingga aku tak perlu khawatir akan  detik berikutnya dalam kehidupanku...

Search This Blog