Dui and Her Trip to Kiruna Part I
P.S. Tulisan ini sebenarnya aku buat atas permintaan seorang teman untuk (mungkin dan akan) dimasukan ke website PPA Jamadagni yang rencananya akan lauching pada bulan April yang lalu. Tapi mungkin tulisan ini tidak akan terpampang di sana. Atau mungkin nanti akan terpampang di sana. Apapun itu, akhirnya aku memutuskan untuk bercerita kepada kalian, siapapun itu....
---
Berawal
dari menonton film seri dokumenter atau film animasi tentang fenomena alam aurora,
tanpa aku sadari melihat aurora telah menjadi salah satu impianku, mungkin
hanya sekedar angan-angan belaka saat itu, bermimpi tanpa memikirkan bagaimana
cara mencapainya. Tapi aku memutuskan
untuk mewujudkan impianku tersebut sejak dua tahun yang lalu. Meskipun
akhirnya kandas karena satu dan lain hal.
Banyak orang bilang, aurora
yang merupakan fenomena alam adalah sesuatu yang tak pernah pasti, selain
faktor alam yang mendukung, pun dibutuhkan keberuntungan yang (sangat) baik.
Dengan berharap aku memiliki sedikit keberuntungan itu, akhirnya aku mulai
merencanakan perjalanan ini. Perjalanan mengejar aurora.
Ternyata banyak yang harus kulakukan
dalam 20 hari termasuk membuat rencana perjalanan yang dimulai dari mencari tiket pesawat murah dan
akomodasi tempat tinggal yang murah tapi tetap berkualitas, mempersiapkan perlengkapan
yang dibutuhkan, kegiatan-kegiatan yang akan aku lakukan nanti dan
rencana-rencana lainnya. Rencana perjalanan ini sangat membantuku untuk
memungkinkan semuanya stay to the line
, baik untuk keuangan sampai perkiraan waktu kegiatan secara garis besar.
Siap. Semua telah selesai
dipersiapkan dan inilah aku, seorang solo
traveller yang akan memulai perjalanannya ke negara Scandinavia – Swedia.
---
Stockholm
Kugendong
ransel menuju bandara sambil berdoa untuk segalanya dan semua berjalan lancar,
mulus, tanpa hambatan sedikit pun. Hanya 1,5 jam perjalanan dan aku pun sampai di
Stockholm, Swedia. Segera kumencari bagian Informasi untuk menolongku membeli
tiket perjalananku ke Stockholm City. Ya, aku akan menghabiskan sisa setengah
hari di sana sebelum aku kembali dan bermalam di bandara nantinya.
Stockholm dan hutan pinus dari kejauhan |
Setelah kudapatkan semua informasi yang dibutuhkan
dan tiket. Segera aku menaruh daypack yang terlalu berat untuk kubawa bekeliling
kota di loker yang telah tersedia dan dilanjutkan dengan mengejar bus yang akan
membawaku ke pusat kota. Melewati hutan pinus, jalanan kerikil dan pasir, aku
pun berganti kendaraan dengan commuter
train. Sekitar 45 menit kemudian aku pun sampai di Stockholm City.
Stockholm,
pusat negara Swedia, sebuah kota cantik dengan arsitektur khas Eropa yang rapih
dan menawan. Dikelilingi laut dan pelabuhan.
Meskipun cuaca mendung, berawan dan berangin kencang, tidak menyurutkan
kecantikan kota ini secara keseluruhan.
Dikarenakan
aku sampai sore hari di Stockholm City, yang artinya sudah tidak ada kesempatan
lagi untuk melihat museum yang rata-rata sudah akan tutup, akhirnya kuputuskan
saja umtuk mengelilingi kota ini, di dingin senja. Berjalan melangkah memasuki
gang-gang, memperhatikan banyak manusia berlalu lalang, lalu mencari makan
malam karena perut yang sudah keroncongan dan akhirnya menyusuri tepi pelabuhan
bersama gemerlap lampu malam. Meskipun malam sudah semakin larut banyak orang yang
masih berlalu lalang di stasiun subway
, termasuk aku. Sebelum kembali ke bandara, aku berniat menghabiskan waktu
dengan naik subway sampai stasiun
terakhir, yang berujung pada petaka, yaitu masuk ke hangar kereta yang gelap
gulita karena keterbatasan bahasa (masinis subway
memberitahukan bahwa ada perubahan jalur, jadi subway
ini tidak akan melanjutkan sampai stasiun terakhir dan dimohon semua penumpang
agar keluar dan mengganti kereta di jalur yang lain). Meskipun tidak sendiri
dan akhirnya di antar kembali ke stasiun sebelumnya, khusus cuma untuk kami
berdua, turis asing yang kurang konsentrasi dalam berkendaraan J.
Setelah
puas menikmati malam di Stockholm, akhirnya aku memutuskan kembali ke bandara
untuk istirahat. Dikarenakan keadaan keuangan yang sebisanya harus di hemat,
aku memang merencanakan untuk menginap di Arlanda Airport. Banyak komentar
positif yang menyatakan bahwa Arlanda layak untuk diinapi, terutama untuk
orang-orang yang tidak membutuhkan kasur untuk tidur, buka 24 jam dengan
keamanan yang selalu berkeliling setiap jamnya. Ternyata aku tidak sendiri, ada
sekitar enam orang lain yang tidur di sofa-sofa yang bergelimpangan
disekitarku. Perjalananku hari ini berakhir, di tutup dengan tidur lelap
ditemani dengkuran manusia-manusia kecapekan disekelilingku.
I slept here |
Ada
satu hal yang menarik yang menarik dari Arlanda Airport. Ada sebuah kotak
dengan latar belakang hitam bertabur bintang-bintang, dan di tengah kotak kaca
tersebut ada sebuah gambar bumi dengan tulisan sebagai berikut:
„Now
the earth was formless and empty, darkness was over the surface of the deep,
and the Spirit of God was hovering over the waters.”
Första Mosebok 1:2
Genesis 1:2
Arlanda
Chapel is a secluded, quite place for rest, meditation or prayer. A place where
you are welcome regardless of faith or religion. Here you can find a much
needed break from airport noise. In our bookshelf are scriptures from the major
world religion and Muslim prayer mats for lending.
-Svenska
Kyrkan-
Mungkin itulah salah satu
bentuk pemerintah Swedia untuk menghargai sebuah kebebasan. Entahlah.
---
0 comments:
Post a Comment