Sunday, June 28, 2015

Dui and Her Trip to Kiruna Part I

P.S. Tulisan ini sebenarnya aku buat atas permintaan seorang teman untuk (mungkin dan akan) dimasukan ke website PPA Jamadagni yang rencananya akan lauching pada bulan April yang lalu. Tapi mungkin tulisan ini tidak akan terpampang di sana. Atau mungkin nanti akan terpampang di sana. Apapun itu, akhirnya aku memutuskan untuk bercerita kepada kalian, siapapun itu....

---

Berawal dari menonton film seri dokumenter atau film animasi tentang fenomena alam aurora, tanpa aku sadari melihat aurora telah menjadi salah satu impianku, mungkin hanya sekedar angan-angan belaka saat itu, bermimpi tanpa memikirkan bagaimana cara mencapainya. Tapi aku memutuskan  untuk mewujudkan impianku tersebut sejak dua tahun yang lalu. Meskipun akhirnya kandas karena satu dan lain hal.

Banyak orang bilang, aurora yang merupakan fenomena alam adalah sesuatu yang tak pernah pasti, selain faktor alam yang mendukung, pun dibutuhkan keberuntungan yang (sangat) baik. Dengan berharap aku memiliki sedikit keberuntungan itu, akhirnya aku mulai merencanakan perjalanan ini. Perjalanan mengejar aurora.

Ternyata banyak yang harus kulakukan dalam 20 hari termasuk membuat rencana perjalanan yang  dimulai dari mencari tiket pesawat murah dan akomodasi tempat tinggal yang murah tapi tetap berkualitas, mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan, kegiatan-kegiatan yang akan aku lakukan nanti dan rencana-rencana lainnya. Rencana perjalanan ini sangat membantuku untuk memungkinkan semuanya stay to the line , baik untuk keuangan sampai perkiraan waktu kegiatan secara garis besar.

Siap. Semua telah selesai dipersiapkan dan inilah aku, seorang solo traveller yang akan memulai perjalanannya ke negara Scandinavia – Swedia.

---

Stockholm

Kugendong ransel menuju bandara sambil berdoa untuk segalanya dan semua berjalan lancar, mulus, tanpa hambatan sedikit pun. Hanya 1,5 jam perjalanan dan aku pun sampai di Stockholm, Swedia. Segera kumencari bagian Informasi untuk menolongku membeli tiket perjalananku ke Stockholm City. Ya, aku akan menghabiskan sisa setengah hari di sana sebelum aku kembali dan bermalam di bandara nantinya.

Stockholm dan hutan pinus dari kejauhan

Setelah   kudapatkan semua informasi yang dibutuhkan dan tiket. Segera aku menaruh daypack­  yang terlalu berat untuk kubawa bekeliling kota di loker yang telah tersedia dan dilanjutkan dengan mengejar bus yang akan membawaku ke pusat kota. Melewati hutan pinus, jalanan kerikil dan pasir, aku pun berganti kendaraan dengan commuter train. Sekitar 45 menit kemudian aku pun sampai di Stockholm City.

 








Stockholm, pusat negara Swedia, sebuah kota cantik dengan arsitektur khas Eropa yang rapih dan menawan. Dikelilingi laut dan pelabuhan.  Meskipun cuaca mendung, berawan dan berangin kencang, tidak menyurutkan kecantikan kota ini secara keseluruhan.



 





Dikarenakan aku sampai sore hari di Stockholm City, yang artinya sudah tidak ada kesempatan lagi untuk melihat museum yang rata-rata sudah akan tutup, akhirnya kuputuskan saja umtuk mengelilingi kota ini, di dingin senja. Berjalan melangkah memasuki gang-gang, memperhatikan banyak manusia berlalu lalang, lalu mencari makan malam karena perut yang sudah keroncongan dan akhirnya menyusuri tepi pelabuhan bersama gemerlap lampu malam. Meskipun malam sudah semakin larut banyak orang yang masih berlalu lalang di stasiun subway , termasuk aku. Sebelum kembali ke bandara, aku berniat menghabiskan waktu dengan naik subway sampai stasiun terakhir, yang berujung pada petaka, yaitu masuk ke hangar kereta yang gelap gulita karena keterbatasan bahasa (masinis subway memberitahukan bahwa ada perubahan jalur,  jadi subway ini tidak akan melanjutkan sampai stasiun terakhir dan dimohon semua penumpang agar keluar dan mengganti kereta di jalur yang lain). Meskipun tidak sendiri dan akhirnya di antar kembali ke stasiun sebelumnya, khusus cuma untuk kami berdua, turis asing yang kurang konsentrasi dalam berkendaraan J.



Stockholm di malam hari



Setelah puas menikmati malam di Stockholm, akhirnya aku memutuskan kembali ke bandara untuk istirahat. Dikarenakan keadaan keuangan yang sebisanya harus di hemat, aku memang merencanakan untuk menginap di Arlanda Airport. Banyak komentar positif yang menyatakan bahwa Arlanda layak untuk diinapi, terutama untuk orang-orang yang tidak membutuhkan kasur untuk tidur, buka 24 jam dengan keamanan yang selalu berkeliling setiap jamnya. Ternyata aku tidak sendiri, ada sekitar enam orang lain yang tidur di sofa-sofa yang bergelimpangan disekitarku. Perjalananku hari ini berakhir, di tutup dengan tidur lelap ditemani dengkuran manusia-manusia kecapekan disekelilingku.



I slept here

 


Ada satu hal yang menarik yang menarik dari Arlanda Airport. Ada sebuah kotak dengan latar belakang hitam bertabur bintang-bintang, dan di tengah kotak kaca tersebut ada sebuah gambar bumi dengan tulisan sebagai berikut:



„Now the earth was formless and empty, darkness was over the surface of the deep, and the Spirit of God was hovering over the waters.”
Första Mosebok 1:2
Genesis 1:2
Arlanda Chapel is a secluded, quite place for rest, meditation or prayer. A place where you are welcome regardless of faith or religion. Here you can find a much needed break from airport noise. In our bookshelf are scriptures from the major world religion and Muslim prayer mats for lending.
-Svenska Kyrkan-
Mungkin itulah salah satu bentuk pemerintah Swedia untuk menghargai sebuah kebebasan. Entahlah.

---

Related Articles

0 comments:

Search This Blog