Sunday, June 28, 2015

Dui and Her Trip to Kiruna Part II

---

Kiruna

Perjalanan Stokholm – Kiruna memakan waktu sekitar 1,5 jam dengan pesawat. Langit biru digantikan dengan badai salju. Menyambut sambil turun dari pesawat dan membuatku menarik resleting jaket musim dingin yang kupakai sampai ke leher. Bandara di Kiruna sangatlah kecil jika dibandingkan dengan Arlanda. Terdapat dua maskapai penerbangan yang bisa digunakan untuk mencapai Kiruna dari kota atau negara terdekat, yang bergantian setiap jamnya untuk terbang kembali ke tempat tujuan masing-masing.


Kiruna City dapat ditempuh dengan bus bandara yang jam berangkatnya disesuaikan dengan jadwal penerbangan yang ada, maka bila ada keterlambatan, tidak perlu khawatir, karena bus ini akan menunggu penumpangnya yang baru saja turun dari pesawat. Atau dengan taksi, meskipun taksi di sini harus di pesan terlebih dahulu dan menyocokan harga serta waktu.

Hostel yang telah aku pesan memang berada di tengah kota, hanya sekitar 10 menit berjalan kaki dari Kiruna Tourist Information Center. Nama hostelnya adalah Tommys House. Sebuah rumah 3 tingkat bercat dinding merah tua, warna merah tua memang warna khas dari rumah-rumah kayu di Skandinavia. Kamarku terletak di basement. Tentunya ruang bawah tanah yang layak huni, kamarnya kecil tapi nyaman, dengan jendela kecil di ujung kamar serta kamar mandi yang merangkap sauna pribadi pemilik  Tommys Hostel.   

 



 


Tidak lama setelah aku merapikan barang-barang di kamar, aku pun berkeliling ke tengah kota, mencari dimana supermarket terdekat, atau sekedar melihat-lihat bangunan-bangunan di pusat kota. Jalanan bersalju menghambatku berjalan cepat dan harus berhati-hati agar tidak terpeleset. Setelah beberapa jam mengelilingi kota, aku pun kembali ke Tommys House untuk beristirahat.

Alarmku berbunyi, saatnya untuk bersiap-siap. Malam ini aku akan mengejar aurora bersama sebuah tur yang menyediakan transportasi dan seorang pemandu. Karena tujuannya memang mengejar aurora, jadi aku putuskan menggunakan tur, dengan harapan akan lebih terbuka kesempatan melihat aurora. Sebelum itu, aku memastikan untuk makan malam terlebih dahulu, mie seduh dan nasi instant yang kubawa dari rumah menemaniku sendirian di dapur pada malam itu. Kulihat cuaca di luar dari jendela dapur, hitam pekat dan sedikit bersalju. Aku mulai khawatir, akankah hari ini aku bisa melihat aurora?

Perlengkapan tempurku sudah siap semua, baju rangkap tiga, syal , kupluk, tidak lupa kamera, tripod , dll yang telah rapi masuk ke dalam daypack. Aku siap untuk pergi, apapun hasilnya nanti. Maka aku pun memulai kembali malam ini.


---


Aurora

Stefan namanya, lelaki kurus yang bilang, „I was German“, dengan penekanan kata was sambil tersenyum melihatku, mungkin karena dia tahu aku berasal dari Berlin. Dia mengenal Kiruna pada awal tahun 90-an dan akhirnya memutuskan menetap di Kiruna dan meninggalkan Jerman pada awal tahun 2000.

„It was love at the first sight“, mengawali karier nya di dunia seluncur anjing (dog sleeding) selama enam bulan  setelah melewati hari-hari neraka kerja penuh lembur di dunia keinsinyuran Jerman. Demi enam bulan liburan yang dia pakai hanya untuk menjinakan anjing-anjing husky. Dia berkata, “Tahu enggak? Setelah enam bulan berkutat dengan anjing-anjing itu, otak saya tiba-tiba mati, enggak bisa digunakan untuk berpikir seperti sedia kala. Jadi, saat saya kembali ke kantor setelah enam bulan, kembali mengalami kerja lembur dan sebagainya. Saya mulai mempertanyakan diri saya sendiri. Apakah saya akan melakukan pekerjaan ini sampai akhir hidup saya nanti? Pekerjaan yang akhirnya saya sadari bukan sesuatu yang saya cintai, karena saya hanya mengejar materi. Akhirnya setelah satu bulan saya kembali bekerja, saya memutuskan untuk mengundurkan diri, dan kembali ke Kiruna. My love and my passions. pada akhirnya setelah melewati liku-liku jatuh bangun, akhirnya saya memutuskan untuk pindah untuk seterusnya ke Kiruna.  And here I am, with all of you, with this seasonal job of mine”

Ternyata di dalam mobil sudah ada dua orang yang ternyata pasangan suami istri dan secara kebetulan sang suami adalah pria Indonesia asal Medan dan sang istri adalah wanita Malaysia. Setelah berkenalan singkat, kami pun menjemput satu orang terakhir untuk tim malam ini, perempuan Hongkong yang sedang menyelesaikan kuliahnya di Belanda. Mereka adalah orang-orang yang sangat ramah, antusias, dan menyenangkan. Banyak cerita yang mereka ceritakan, terutama pemandu kami malam itu, Stefan.

Ditemani kopi, teh, dan kue-kue ringan lainnya, mobil yang kami tumpangi menembus gelapnya malam Kiruna, menjauh dari gemerlapnya lampu kota. Malam itu angin berhembus kencang dan langit berawan. Sampai tiba satu waktu bintang-bintang mulai terlihat di balik awan. Bintang termasuk salah satu pertanda bahwa aurora akan bisa terlihat. Kami pun mulai memincingkan mata, menengok ke kiri dan ke kanan jalan. Sampai satu waktu Stefan menunjuk ke arah kanan jalan, aurora! Dengan sangat ajaibnya terlihat oleh mata ini semburat hijau yang tidak begitu kuat dan akhirnya dia  memutuskan untuk mencari tempat parkir yang aman.










Aurora? Sebuah keberuntungan mungkin? Karena kadang dia ada, menunggu di langit malam, tetapi bila awan berkumpul, maka aku tak akan bisa melihatnya, dia tak akan memunculkan keajaibannya dimataku. Aurora diawali dengan kabut putih, bergerak perlahan yang lama-lama merambat menjadi berwarna hijau,semakin lama semakin terlihat jelas, bergerak terus menerus, menari-nari, menjalar ke segala arah, muncul dari berbagai macam arah, membuatku hanya bisa terkesima, membuatku besyukur mendapatkan kesempatan seperti ini, membuatku lupa diri, membuatku mengingat mimpi-mimpi, ah andai keadaan ini bisa bertahan lama, karena setelah beberapa menit menari-nari di atas langit malam itu, aurora menghilang begitu saja, di telan awan. 






Ya, hanya keberuntungan semata. Bahkan Stefan pun tidak selalu melihat aurora di setiap tur yang dia bawa. Dia bilang bahwa melihat aurora selalu menjadi momen yang paling ajaib di hidup dia. Meskipun dia sudah melihat aurora berkali-kali, saat aurora muncul, perasaan itu selalu muncul kembali, perasaan yang sama ketika melihat aurora untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Bahkan untuk aku sendiri, saat aku melihat aurora yang tidak seperti di foto-foto itu, aku merasa sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Meskipun pada akhirnya foto-foto yang kubuat tidak terlalu bagus, tapi aku sangat puas. Aku puas dengan malam ini, tiga kali kami melihat aurora, dengan intensitas yang berbeda dengan latar belakang yang berbeda pula. 

Akhirnya kami pun memutuskan untuk kembali ke Kiruna City, karena saat kami sampai di Abisko yang terkenal karena langitnya yang cerah dan terdapat menara observasi aurora, kami tidak melihat tanda-tanda aurora akan keluar meskipun langit yang hitam pekat itu bertabur bintang tanpa awan. Malam itu akan tersimpan rapat menjadi kenangan. Memori ini akan aku simpan dan akan terus bersamaku, selamanya. Tujuanku sudah terlaksana, impian masa kecil telah menjadi kenyataan. Apalagi yang  bisa kuharapkan? Nothing more! J Aku  pun tertidur malam itu tanpa bermimpi.




---

Related Articles

0 comments:

Search This Blog