Bronze Medalist
Sambil menunggu seorang Riska Nur Barokah menyelesaikan masakan, saya mencari-cari film di hard disk kesayangan saya untuk ditonton bersama nanti, sambil memikirkan wangi yang memenuhi ruangan ini akhirnya mata saya tertuju pada judul >>Bronze Medalist<<.Film yang menggelikan atau lebih tepatnya ber-genre komedi yang penuh air mata. Hehe. Tapi apapun itu, seperti yang selalu saya suka dari film-film seperti ini adalah selalu ada hal menarik yang ingin saya terapkan dalam hidup saya (walaupun pada akhirnya cuma menempel di dalam kepala ini selama sepersekian jam dalam kehidupan saya selanjutnya).
Pelatih Ji Bong adalah seorang atlet angkat besi yang menjadi cacat dan lemah jantung setelah berlomba di olimpiade Seoul 1988 dan walaupun akhirnya memenangkan medali perunggu. Dia yang terpuruk dan akhirnya menemukan hidupnya kembali saat menjadi pelatih di sebuah sekolah menegah di Korea. Secara singkat pada akhirnya (mungkin) salah satu dari anak asuhannya yang bernama Yongja berhasil mendapatkan emas di olimpiade 2008.
>>Yongja, everybody tries to win the gold. But just because you win the bronze, it doesn't mean your life will be a bronze medal life. And just because you win the gold, it doesn't mean your life will be a gold medal life. If you try your best and don't give up, your life itself will be a gold medal. That in itself is priceless.<< -Lee Ji Bong-
Quote di atas mengingatkan saya pada sebuah pemikiran dimana kehidupan itu tidak melulu sebuah hasil akhir, tapi kehidupan juga sebuah proses mencapai hasil akhir. Seburuk apapun hasil akhirnya, kalau ternyata proses yang dilalui adalah kerja keras, keringat, doa dan kejujuran, maka hasil akhir akan berubah tergantung dari sudut pandang mana yang kita lihat dari sebuah kegagalan.
Saya punya seorang dosen informatik yang merangkap menjadi dosen dua mata pelajaran lainnya. Dalam satu semester dia akan mengadakan dua sampai tiga kali ujian di depan komputer yang nilainya dapat saya lihat bila menekan tombol >>BERIKAN<< Dia selalu memberikan wawancara setelah ujian yang memungkinkan saya mendapat nilai lebih. Kalau ternyata hasil satu kelas buruk, maka dia akan menurunkan standard kelulusan ujian tersebut.
Sekilas saya bertanya dalam hati, >>Apakah dia tidak takut di bilang menurunkan standard mata pelajarannya sendiri?<<
Menurut saya dia adalah satu dari sekian banyak dosen saya yang selalu mengutamakan proses daripada hasil akhir. Saat dia menurunkan standard. Saat itulah saya merasa dia menantang para mahasiswanya dengan berkata, >>Kalau kalian butuh nilai untuk lulus, maka akan saya berikan dengan semudah-mudahnya, tapi apa yang saya selalu saya sampaikan di setiap mata kuliah adalah pelajaran yang sesungguhnya yang akan berguna kelak dalam kehidupan pekerjaan kalian para mahasiswa, pelajaran yang hanya bisa didapatkan dari pengalaman.<<
>>Proses yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula.<<
0 comments:
Post a Comment