Teman di Ujung Batas II
Dulu saya pernah menulis ingin menjadi teman di ujung batas. Yaitu seorang teman yang tak pernah terlihat dan mengekspresikan ikatan pertemanannya tapi selalu setia menunggu apa pun yang terjadi di akhirnya, menunggu untuk mengelus halus punggung sang teman atau setia menjadi pendengar terakhir di sang teman membutuhkan atau bahkan setia menjadi penampungan terakhir.Tapi, apakah semua itu bisa terjadi, kalau saat ini saya menjadi teman yang sangat amat cuek, gak pernah mau tau kesibukan teman, gak mau tau masalah teman, gak mau melakukan segalanya. Buksn gak mau sih tapi lebih tepatnya saya menunggu. Menunggu untuk diceritakan, menunggu sampai mereka membutuhkan saya, karena saya hanya merasa malu untuk bertanya keadaan mereka, saya merasa mereka memiliki hal-hal pribadi yang hanya mereka yang berhak memutuskan dengan siapa mereka akan membaginya.
Penyakit anti sosial saya semakin parah. Saya hanya berkutat dengan teman-teman yang memang dekat dengan saya, saya mulai melupakan teman-teman lama saya yang notabene mereka adalah penolong-penolong saya di masa lalu.
Saya seoerti orang yang tidak tahu terima kasih. Kalau kata peribahasa, "Habis manis sepah di buang". Bukan itu yang saya ingin lakukan. Saya hanya terlupa sebentar karena kepala saya terlalu penuh. Saya terlalu malas untuk membuka wall-wall facebook untuk sekedar menanyakan kabar. Tidakkkkkk!!!!! Saya benar-benar jahat!!
Dimanapun kalian. Kalian tetap selalu ada. Saya yang terlalu jahat untuk menoleh mencari kalian dan saya takut kalian pergi meninggalkan saya. Tolong, jangan tinggalkan saya :(
0 comments:
Post a Comment