Lara, Duka dan Desir
Ternyata lara ini masih mengalun merdu di telingaku, tak mau terlepas dalam lamunan jiwa ini, mencengkram erat detak jantung membantunya memompa dan bekerja lebih kuat, melubangi satu-satunya hati miliku, membuatku tak lagi tahu, haruskah aku tetap membisu? Atau membatu?
Ternyata duka tak pernah tinggalkan diriku, merobek relung batin terdalamku, memampatkan aliran kehidupanku, mengeruk habis air mata dalam kantung mataku, membuatku tak lagi tahu, haruskah aku tersedu? Atau mengaduh dan mengadu?
Desir-desir itu kembali bersama angin, berhembus meniup daun-daun kehidupanku menjadi berserakan, seperti taifun yang mereda, meninggalkan sejuk dan matahari palsu, kebahagiaan palsu, membuat hijau menjadi cokelat, membuat biru menjadi abu-abu, mengapa? Aku pun tak tahu.
Lara dan duka selalu satu, padahal mereka tak pernah satu, tak pernah sama, tapi ternyata mereka datang bersamaan dalam mimpiku, dengan desiran yang tak pernah kumengerti dan kuingini, mengapa?
dan aku pun tak tahu....